Pro Kontra PLTN, Ada Ancaman Selain Radiasi

Pro Kontra PLTN, Ada Ancaman Selain Radiasi

- detikFinance
Jumat, 14 Nov 2014 15:59 WIB
Foto: Ilustrasi (Reuters)
Jakarta - Trauma psikis yang dialami warga Fukushima, bagaimana pun sangat bisa dipahami. Maret 2011, wilayah ini mengalami 3 bencana sekaligus, yakni gempa 9 Skala Richter (SR), tsunami dengan ketinggian mencapai 6-8 meter di Kota Minamisoma, lalu disusul ledakan unit pendingin reaktor Daiichi yang potensial memancarkan material radioaktif.

NISA (Nuclear and Industrial Safety Agency) pada saat itu memberikan skor 7 untuk kecelakaan reaktor Daiichi Fukushima. Dalam skala yang ditetapkan INES (International Nuclear and Radiological Event Scale), angka tersebut adalah skor tertinggi, yang setara dengan kecelakaan nuklir Chernobyl di Ukraina.

Sesaat setelah peristiwa tersebut, pemerintah menetapkan radius 20 km dari reaktor Daiichi sebagai restricted area, daerah terlarang yang harus dikosongkan. Seluruh warga harus dievakuasi, sedangkan warga yang berada dalam radius 20-30 km diwajibkan tetap berada di dalam rumah untuk mengurangi dampak radiasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam situasi yang serba tidak pasti, muncul kepanikan. Korban semakin banyak berjatuhan, bukan karena efek langsung dari bencana yang terjadi, melainkan justru karena faktor lain misalnya stres dan proses evakuasi yang tidak dipersiapkan dengan baik.

"Sekitar 32-48,4% pasien dievakuasi, tanpa membawa bekal obat-obat resep," kata Dr Sae Ochi, pakar rheumatologi lulusan Imperial College London yang juga direktur penyakit dalam di Soma Central Hospital ditemui detikFinance baru-baru ini.

Bagi kaum lansia yang sempat mengungsi, perjalanan jauh hingga puluhan kilometer atau bahkan ratusan kilometer menuju tempat pengungsian membuat kondisi penyakit kronis memburuk. Sedangkan bagi yang tercecer dan tidak sempat mengungsi, adanya larangan untuk keluar rumah membuat sebagian terlantar. Sebagian dari mereka akhirnya meninggal karena kelaparan.

Mengantisipasi dampak yang lebih parah, sejak saat itu negara yang terkenal unggul soal mitigasi bencana tersebut secara bertahap menonaktifkan 48 PLTN yang dimilikinya. Pada 15 September 2014 silam, Jepang genap satu tahun memenuhi kebutuhkan listrik tanpa nuklir.

BATAN, di sisi lain sedang merencanakan pembangungan Experimental Power Reactor (EPR) berkapasitas 30 Megawatt. Proyek non-komersial yang menelan biaya Rp 1,8 triliun ini antara lain bertujuan untuk meningkatkan public acceptance, bahwa Indonesia sanggup mengembangkan PLTN dan tentunya mengantisipasi segala risikonya.

"Kita punya 3 reaktor riset. Ada di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong. Yang di Bandung usianya sudah lebih dari 50 tahun, nggak ada masalah sampai saat ini," kata Agus Sumaryono, Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir BATAN.

(up/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads