Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar mengatakan, Freeport menyatakan akan membangun smelter dengan biaya US$ 2,3 miliar, sehingga menyertakan uang jaminan US$ 150 juta, sebagai bentuk kesungguhan perusahaan tersebut membangun smelter.
"Tapi dalam perkembangannya, Freeport tidak menunjukkan kesungguhan bangun smelter. Indikator bangun smelter sungguh-sungguh itu ada progres 60% per 6 bulan yang telah ditetapkan," ujar Sukhyar ditemui di Kantor Ditjen Minerba, Jl Soepomo, Jakarta Selatan, Selasa (20/1/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya dengan investasi bangun smelter, butuh biaya US$ 2,3 miliar, itu dibagi 6 porsi per 6 bulan. Setiap 6 bulan berapa yang tercapai? Ditargetkan minimal harus 60%, dengan begitu akan terlihat progres pembangunannya," ucapnya.
Tapi, setelah melakukan evaluasi 6 bulan pertama, tidak terlihat ada progres pembangunan smelter yang ditunjukkan Freeport. Lokasi tidak ada, feasibility study tidak dilakukan, apalagi AMDAL.
"Progres Freeport bangun smelter itu nol! kalau lokasi sudah ditentukan dan lahannya sudah diakusisi itu sudah lebih dari 60%, tapi kan tidak ada wujudnya sampai sekarang, di mana lokasinya, makanya nggak sungguh-sungguh mereka," tegasnya.
Sukhyar mengakui, pemerintah menandatangani MoU dengan PT Freeport Indonesia pada Juli 2014 dan bahkan memberikan izin ekspor, semuanya adalah bentuk kepercayaan pemerintah terhadap Freeport.
"Kita awalnya percaya ke Freeport, makanya kita MoU, kita beri izin ekspor. Masa perusahaan sebesar itu nggak mampu beli tanah untuk dirikan smelter?" ucapnya.
(rrd/dnl)