'Panasnya' Rapat 2,5 Jam DPR dan Menteri ESDM

'Panasnya' Rapat 2,5 Jam DPR dan Menteri ESDM

- detikFinance
Senin, 02 Feb 2015 17:36 WIB
Jakarta - Komisi VII DPR dan Menteri ESDM Sudirman Said menggelar rapat kerja membahas asumsi dasar di sektor ESDM. Namun, rapat yang berlangsung 2,5 jam dan dihujani interupsi anggota DPR, tidak membuahkan hasil.

"Hari ini rapat lanjutan kita membahas asumsi dasar di ESDM, yang baru kita putuskan hanya ICP (Indonesia Crude Price) US$ 60 per barel, lifting minyak 825.000 barel, dan lifting gas 1.165.000 barel setara minyak per hari (BOEPD). Masih banyak asumsi yang belum kita selesaikan. Kami persilakan Menteri ESDM untuk mempresentasikan," kata Pimpinan Sidang sekaligus Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/2/2015).

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, sebagai pembahasan, pemerintah mengajukan volume BBM subsidi dan elpiji 3 kg, subsidi LGV, serta subsidi bioethanol dan biodiesel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk volume BBM kami mengusulkan sebanyak 17,9 juta KL (kiloliter) dengan rincian, 17,05 juta KL bensin premium dan minyak tanah 0,85 juta KL, serta volume elpiji 5,766 juta metrik ton, dan subsidi LGV Rp 1.500/liter, serta subsidi biodiesel Rp 5.000/liter dan bioethanol Rp 3.000/liter," kata Sudirman.

"Tapi, saya mohon izin, di tengah rapat, karena saya diminta untuk mendampingi Presiden pada pukul 14.00 WIB yang bertemu dengan pimpinan DPD dan DPR, kami mohon pamit sebelum pukul 14.00," sambung Sudirman.

Hujan interupsi pun berdatangan dari para anggota Komisi VII DPR, salah satunya dari Agus Sulistiyono, menurutnya, pembahasan ini penting, sebagai dasar acuan Badan Anggaran DPR.

"Kalau Pak Menteri harus tugas pukul 14.00 WIB ya seselesainya, atau malam kita lanjut lagi rapatnya, biar cepat selesai pembahasan Rancangan APBN Perubahan 2015," kata Agus.

Kardaya yang memimpin jalannya rapat akhirnya memutuskan, sebelum pukul 14.00 WIB, agar cepat selesai, fokus pada satu pembahasan dulu yakni masalah volume BBM.

"Di luar itu nanti saja, bisa disambung pada rapat nanti malam atau sekalian besok pagi," kata Kardaya.

Hujan interupsi pun bermunculan lagi untuk membahas volume BBM. Salah satunya yang paling banyak persoalkan anggota Komisi VII DPR, adalah penetapan harga premium dan solar pemerintah, yang ditetapkan Rp 6.600-Rp 6.700/liter untuk premium, dan Rp 6.400/liter untuk solar.

"Penetapan harga BBM pemerintah kemahalan! saya hitung-hitung dengan formula yang dipaparkan pemerintah, premium kemahalan Rp 1.500/liter, Solar Rp 1.200/liter," tegas Anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian.

Anggota lainnya Hari Purnomo menegaskan, penghapusan subsidi premium yang dilakukan pemerintah, walau berdampak pada pengurangan subsidi BBM, tapi di sisi lain menambah beban rakyat.

"Apalagi kebijakan ini melanggar putusan Mahkamah Konstitusi," ucap Hari.

Tak setuju dengan ungkapan pemerintah langgar aturan dalam putusan MK. Sudirman Said menjelaskan, pemerintah tidak melanggar aturan atau putusan MK, karena pemerintah masih menetapkan harga BBM.

"Setiap bulan bahkan tiap dua minggu sekali, pemerintah mengeluarkan penetapan harga BBM, jadi tidak ada mekanisme pasar dalam penetapan harga premium dan solar," kata Sudirman.

Ketua Komisi VII DPR Kardaya menimpali, kalau harga premium tidak disubsidi, artinya SPBU Asing boleh jual bensin RON 88.

"Siap tidak Pertamina? Jangan-jangan mereka (SPBU Asing) akan impor besar-besaran RON 88 dan nantinya Pertamina kalah saing," ucap Kardaya.

"Saya minta penjelasan RON 88 katanya hanya dibuat di Indonesia, kilang luar negeri tidak ada, setahu saya kilang kita tidak produksi RON 88 tapi naphta, mereka campur naphta itu dengan HOMC jadilah RON 88, cuma campur-campur saja, tolong ini dijelaskan," tambah Nazaruddin Kiemas dari Fraksi PDI Perjuangan.

Namun, belum semua pertanyaan anggota Komisi VII dijawab, diskusi makin memanas ketika berbagai anggota menanyakan dasar pemerintah menetapkan harga BBM Rp 6.600/liter untuk premium dan Rp 6.400/liter.

"Dari mana dasar penetapan harga itu? Kok ini ada harga perolehan segala, ada margin tambahan 2% lagi. Kan sudah ada margin di harga perolehan, harga MOPS-nya (Mean of Plats Singapore) berapa itu?" tegas Kardaya.

Protes yang sama juga disampaikan Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian. Ia mempersoalkan harga premium Rp 6.600/liter, sementara saat ini harga bensin RON 95 sekelas pertamax plus di Singapura di bawah Rp 6.000/liter.

"Di Singapura saja sekarang bensin RON 95nya di bawah Rp 6.000/liter, kenapa tidak sesuai seperti patokan yang ada MOPS, sebenarnya premium itu di subsidi atau tidak," tegas Ramson.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan, tidak bisa dibandingkan harga bensin di Singapura dengan di Indonesia. Karena kilang minyak yang dimiliki dan dikelola Pertamina saat ini sudah berumur tua dan tidak efisien.

"Kilang kita sudah tua dan tentu ada inefisiensi di dalamnya. Bukan sengaja, tapi karena keadaan," kata Sudirman.

Lalu Sudirman menjelaskan lagi, harga bensin premium Rp 6.600/liter adalah harga penugasan, yang didapatkan berdasarkan:

  • Harga Dasar, yang di dalamnya termasuk biaya perolehan, biaya penyimpanan, distribusi, margin badan usaha dan margin SPBU
  • Ditambah biaya tambahan distribusi 2%
  • Ditambah PPN 10%, dan PBBKB (pajak bahan bakar kendaraan bermotor) 5%
"Berapa biaya penyimpanannya, distribusi, margin usaha? Harus jelas dan komprehensif dong. Nggak bisa asal sebut begitu, masyarakat harus tahu harga sebenarnya," timpal Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Ditto Ganinduto.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto yang mendampingi Menteri ESDM, menjelaskan, harga perolehan 3,92% adalah Harga Indeks Pasar + Rp 972/liter, mencakup biaya penyimpanan 1,17% + margin SPBU dan Margin Badan Usaha.

"Jadi 3,92% itu dikali 1,17% dari biaya penyimpanan, ditambah margin SPBU Rp 270/liter, margin badan usaha Rp 89/liter. Kami sudah ada jawaban tertulis yang diminta Komisi VI, kami bisa berikan juga ke Komisi VII, kami buka-bukaan," kata Dwi.

Tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan terkait penetapan harga tersebut, hujan interupsi terjadi antar anggota Komisi VII DPR.

"Khusus untuk formula-formula penetapan harga, kami minta pemerintah siapkan sedetil mungkin, tidak perlu malam ini kita rapat, besok pagi Pukul 10.00 WIB kita khusus bahas masalah ini, biar jelas, tolong disiapkan matang-matang," kata pimpinan sidang Kardaya, yang disetujui Menteri ESDM.

Sehingga, rapat yang harusnya menyetujui asumsi volume BBM subsidi dari asumsi-asumsi yang harusnya diselesaikan secepatnya, tidak terjadi. Tidak ada kesimpulan apa-apa dari rapat tersebut.

(rrd/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads