Direktur Eksekutif Forum Kajian Energi dan Mineral Indonesia (FORKEI), Sabpri Piliang mengatakan, pemerintah sangat lambat dalam penetapkan sistem distribusi tertutup elpiji 3 kg. Hal ini menyebabkan terjadinya migrasi pengguna elpiji dari kemasan tabung 12 kg ke 3 kg.
"Agar migrasi tersebut tidak terus menerus terjadi, pemerintah harus mengambil langkah tegas, dan jangan membuang-buang waktu untuk membuat regulasi pamakaian elpiji 3 kg," kata Sabpri dalam diskusi "Mendorong Akselerasi Program Distribusi Tertutup LPG 3 Kg" di Hotel Le Meredien Jakarta, Jakarta, Selasa (3/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Opsi menaikkan elpiji tabung hijau mungkin saja diambil, tetapi sebaiknya bukan yang utama, karena memberatkan masyarakat ekonomi lemah," kata Sabpri
Tapi, bila migrasi pengguna elpiji dibiarkan terus terjadi, akibat yang dikhawatirkan adalah akan terjadi kelangkaan gas elpiji melon ini, sehingga masyarakat pun akan kesulitan memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah tangga yang terjangkau.
Akibat berikutnya, adalah terjadinya pembengkakan beban subsidi untuk elpiji 3 kg. Hal ini bertentangan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi anggaran subsidi di Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN).
"Kalau tidak ada aturan yang tegas dan cepat, negara bakal makin tekor menambal beban subsidi. Padahal Pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang melakukan penghematan dengan memotong subsidi energi," kata dia.
Sebelumnya, pihak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sedang menyiapkan mekanisme baru distribusi produk elpiji bersubsidi ukuran 3 kg secara tertutup.
Caranya, pembeli harus menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) alias 'kartu sakti' yang selama ini hanya diberikan kepada orang yang tak mampu.
Sayangnya, implementasi distribusi tertutup itu baru bisa dilakukan tahun depan, karena pemerintah masih harus melakukan kajian dan evaluasi, mengingat rencana ini benar-benar baru, dan belum pernah diterapkan sebelumnya.
(dna/rrd)











































