Ketua Komisi VII DPR-RI Kardaya Warnika mengatakan, pihaknya akan membicarakan masalah terkait kenaikan harga BBM yang telah ditetapkan pemerintah, namun tanpa melibatkan DPR.
"Besok, Senin jam 14.00 WIB dengan menterinya. Saya katakan, harusnya sebelum menaikkan koordinasi dulu dengan kita. Mereka nggak ngasih tahu. Mestinya mereka sebagai wakil pemerintah konsultasi paling tidak," kata Kardaya dalam diskusi Energi Kita di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, Minggu (29/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ukurannya dari mana, sekarang rakyat dimana-mana menjerit. Wawan (Widhyawan Prawiraatmadja Staf Khusus Kementerian ESDM) memang alirannya aliran pasar, ini namanya neolib," katanya.
Kardaya menyebutkan, setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan rakyat. "Dalam kebijakan mengenai energi khususnya BBM, pertimbangkan kepentingan rakyat, pertimbangkan kemauan rakyat," katanya.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, harga keekonomian BBM premium sebesar Rp 8.200- Rp 8.500 per liter. Dengan kenaikan harga BBM saat ini menjadi Rp 7.400 per liter masih jauh dari harga keekonomian.
"Di range Rp 8.200- Rp 8.500 dengan asumsi ICP US$ 52 per barel, dan nilai tukar di Rp 13.000 per dolar AS. Karena beberapa bulan terakhir kan di situ ya, kadang Rp 12.800, kadang over juga di atas Rp 13.000, ketemunya di situ. Itu sudah termasuk komponen biaya angkut, pajak, margin dan sebagainya," jelasnya.
Ia menduga ada indikasi ada pihak yang menanggung kerugian dari penjualan harga BBM premiun sebesar Rp 7.400 per liter tersebut, padahal keekonomiannya lebih tinggi. Pertamina sempat mengusulkan kenaikan harga BBM premium Rp 8.000/liter.
"Ya. Kalau pemerintah tidak ada subsidi yang ditetapkan di dalam APBN tentu harus ada pihak yang menganggung. Karena pelaksananya adalah PT Pertamina (Persero), dugaan saya yang menanggung adalah Pertamina," sebutnya.
Hal ini menurutnya telah melanggar ketentuan Undang-undang Perseroan bahwa perusahaan pemerintah tak boleh merugi.
"Di awal harus jelas kalau Pertamina dibiarkan merugi tentu akan melanggar UU perseroan atau UU BUMN, karena salah satu tugas pokok BUMN adalah mencari keuntungan," tandasnya.
(drk/hen)











































