"Kita tahu bahwa Pertamina juga mengoperasikan kilang minyak, kilang minyak mengolah minyak dalam negeri, diproses, menghasilkan Premium dan nafta yang RON-nya sekitar 60-70," ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto ditemui di Kantor Ditjen Migas, Plaza Centris, Kuningan, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Dwi mengatakan, karena produksi nafta yang cukup banyak, bila Premium dihapus, tentu kilang minyak Pertamina tidak akan berproduksi, padahal keberadaan kilang ini sangat vital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwi menambahkan, Premium saat ini bisa saja langsung dihapuskan dan Pertamina impor BBM seluruhnya dalam bentuk RON 92. Namun Pertamina masih memikirkan nasib kilang minyaknya, dan nasib nafta yang dihasilkan dari pengolahan minyak mentah dalam negeri.
"Kalau nafta yang RON-nya 70 ini diekspor, harganya sangat murah sekali, justru dengan adanya Premium ini, kita impor HOMC di atas RON 92 lalu dicampur ke nafta, malah meningkatkan nilai keekonomian dari nafta yang harganya murah dan kita produksinya banyak," katanya.
Dwi menyadari, suatu saat keberadaan Premium akan hilang. Ini seiring program Pertamina meningkatkan teknologi kilang-kilang minyak dan meningkatkan efisiensi kilang, sehingga nantinya kilang-kilang Pertamina hanya menghasilkan produksi BBM di atas RON 88.
"Saat ini kan baru Balongan yang produksi di atas RON 88, pertengahan tahun ini proyek FRCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) atau proyek langit biru di Kilang Cilacap berjalan, sehingga sudah bisa produksi BBM di atas RON 88. Lalu kita punya proyek RDMP (Refining Development Masterplan Program), sehingga kilang kita efisien, dan bisa bersaing dengan produk BBM impor, tapi semua ini perlu waktu," tutupnya.
(rrd/dnl)











































