"Kita inginnya laba bersih, tapi Januari-Februari rugi US$ 110 juta, Maret rugi US$ 240 juta, kita rugi terutama di sektor hilir," ungkap Direktur Keuangan Pertamina, Arief Budiman ditemui di Kantor Pertamina Pusat, Rabu (29/4/2015).
Namun Pertamina kata Arief, tertolong dari keuntungan di sektor hulu walaupun harga minyak dan gas bumi saat ini anjlok dibandingkan tahun lalu. Di mana kuartal I di hulu Pertamina untung US$ 300 juta, dari energi baru terbarukan untung US$ 50 juta dan sektor lain untung US$ 3 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi di tengah merosotnya harga minyak harga berkisar US$ 50-60 per barel, Pertamina kata Arief harus memangkas biaya operasional (Opex) tahun ini sebesar 30%.
"Namun, capital expenditure (capex) hanya dipotong 15%, artinya kami masih akan terus investasi terutama akuisisi blok migas seperti di luar negeri, salah satunya di Malaysia kemarin kita sudah lakukan. Kita juga menargetkan kuartal II-2015 meraup laba US$ 200-300 juta. Karena nilai inventory sudah kembali normal," ungkapnya.
Pertamina kuartal I ini, mencatat produksi minyak sebesar 248,4 MBOPD dan 1,63 BSFD sehingga total produksi migas perusahaan dalam kuartal I-2015. Produksi ini diharapkan akan meningkat seiring dengan peningkatan produksi minyak dari Blok Cepu, dimana Pertamina melalui anak perusahaan PT Pertamina EP Cepu menguasai hak partisipasi sebesar 45%.
Adapun, kinerja bisnis transportasi dan niaga gas juga menunjukkan tren meningkat. Transportasi gas perusahaan mencapai 1.414 MMscfd, sedangkan niaga gas 114,5 MMscfd, yang utamanya dipicu oleh beroperasinya fasilitas regasifikasi Arun dan pipa transmisi Arun-Belawan.
Bisnis sektor hilir minyak juga positif dengan sokongan utama pada pertumbuhan penjualan BBM non subsidi dan juga pelumas Pertamina. Penyelesaian proyek Residual Fuel Catalytic Cracker Cilacap serta upgrading unit produksi pelumas pada kuartal III-2015 diharapkan dapat mendorong penjualan produk minyak non subsidi terus meningkat.
"Kami berhasil melakukan efisiensi dengan nilai total sebesar US$ 95,95 juta. Efisiensi tersebut diperoleh dari renegosiasi kontrak pengadaan minyak sebesar US$ 27 juta, pengurangan cost fee dan alpha import pasca perubahan proses pengadaan minyak dan produk minyak senilai US$ 22 juta, serta optimalisasi aset penunjang senilai US$ 0,154 juta. Adapun, efisiensi yang diperoleh dari program marketing operation excellence mencapai US$ 46,89 juta," tutup Arief.
(rrd/hen)











































