"Kita itu punya banyak sekali ahli-ahli nuklir, lulusan luar negeri mulai dari Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan lainnya. Mereka sebentar lagi masuk masa pensiun," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Koservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana, kepada detikFinance, Senin (11/5/2015).
Rida mengatakan, apalagi untuk membangun PLTN membutuhkan waktu yang lama mencapai 10 tahun, jauh lebih lama dibandingkan membangun pembangkit lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rida mengungkapkan, selain Indonesia butuh banyak pembangkit listrik sebagai syarat menjadi negara maju, saat ini Indonesia masih memiliki ahli-ahli nuklir yang disekolahkan sejak zaman BJ Habibie menjadi Menristek pada 1980-an.
"Ahli-ahli nuklir kita beberapa tahun lagi masuk masa pensiun, sayangkan, sekolah bertahun-tahun dibiayai negara, tapi PLTN-nya nggak dibangun-bangun. Keburu mereka pensiun, kita susah lagi cari ahli nuklir dari Indonesia," ucapnya.
Rida mengatakan, lamanya pembangunan PLTN ini karena persiapan dan perizinannya yang lebih banyak dibanding pembangkit lain.
"Perizinannya lebih banyak karena ini segi keamanan lebih tinggi, sosialisasinya juga panjang, pembebasan lahan. Tapi di mana pun PLTN dibangun diberbagai negara, pasti ada pro dan kontrak, termasuk yang paling keras itu dari LSM," tutupnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi memiliki program pembangunan pembangkit listrik sebanyak 35.000 MW dalam 5 tahun ke depan dengan biaya investasi diperkirakan mencapai Rp 1.100 triliun. Dari program ini 10.000 MW dibangun PLN sisanya 25.000 MW oleh swasta. Sebagian besar pembangkit yang dibangun adalah PLTU.
(rrd/hen)