Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir mengatakan, pada dasarnya pihaknya mendukung kebijakan tersebut. Namun perlu ada pertimbangan dan penyelarasan peraturan perundang-undangan yang sebelumnya sudah berlaku, khususnya terkait penanaman modal dan bidang keuangan.
"Dalam praktiknya, mayoritas perusahaan-perusahaan penanaman modal asing di Indonesia termasuk mayoritas anggota APBI, telah mendapatkan surat keputusan Menteri Keuangan untuk menyelenggaran pembukuan dalam mata uang asing," kata Pandu, dalam keterangannya, Senin (29/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dikhawatirkan hal ini akan mengakibatkan aliran modal dan investasi asing menjadi terganggu dan memberikan sentimen negatif, sehingga berdampak pada pasar dan keuangan makro," katanya.
Apalagi kata Pandu, Direktur Jenderal Pajak juga telah mengeluarkan keputusan memperbolehkan penggunaan mata uang selain rupiah, kepada beberapa wajib pajak perusahaan pertambangan baru bara.
"Apalagi Kementerian ESDM mengatur acuan untuk perhitungan dan pembayaran PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) melalui penetapan Harga Batu bara Acuan dan Harga Patokan Batu bara menggunakan dolar AS," tambahnya.
Apalagi, untuk kegiatan penambangan banyak peralatan, termasuk alat-alat berat dibeli dengan dolar AS.
"Makanya, kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam peraturan tersebut tidak sejalan dengan ketentuan di dalam Penyertaan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) No. 10 Tahun 2015 di mana perusahaan dapat menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan," tutup Pandu.
Seperti diketahui, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diikuti dengan Surat Edaran No. 17/DKSP. Aturan tersebut berlaku secara efektif mulai 1 Juli 2015.
(rrd/hen)











































