Penggunaan industri terbarukan (renewable energy) di Indonesia saat ini masih minim, yaitu baru 6% dari total konsumsi energi. Pemerintah menargetkan dalam sepuluh tahun penggunaan energi baru dan terbarukan meningkat menjadi 25%.
"Kalau kebijakan ke depan, kita ingin bagaimana agar penggunaan energi kita ini diubah, yang sekarang mungkin hanya 6% kebutuhan energi kita datang dari energi terbarukan, pada sepuluh tahun mendatang kita ingin minimal 25%. Lompatannya memang agak tinggi, tapi rasanya tidak berlebihan karena fosil makin lama makin habis," kata Menteri ESDM, Sudirman Said, dalam diskusi bersama masyarakat Indonesia di Washington DC, AS, Minggu (5/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya kita punya cadangan energi terbarukan yang luar biasa. Kalau dihitung-hitung yang sudah teridentifikasi, kita punya cadangan energi terbarukan dua kali lipat daripada yang terpasang. Sayangnya kita terpaku pada migas, dan diskursus energi kita selalu ributnya soal harga BBM, soal impor," kata Sudirman.
Dalam hal ini, peran pemerintah dinilai penting, untuk mendorong tumbuhnya energi terbarukan. Berbeda dengan energi fosil yang sudah memiliki pangsa pasar jelas, energi terbarukan belum memiliki pasar yang kuat.
"Pemerintah harus mengambil inisiatif karena berbeda dengan migas, dengan batu bara maupun fosil, energi terbarukan ini market-nya masih belum terbentuk. Karena itu tugas pemerintah menciptakan demand, menciptakan pasar, sambil membangun institusi," ucapnya.
Untuk itu, imbuhnya, diperlukan kebijakan anggaran yang mendukung dan juga dukungan dari parlemen.
"Cara terbaik ke depan adalah bagaimana agar budget pemerintah digunakan untuk eksplorasi geothermal (panas bumi), untuk menjadi seed fund bagi tumbuhnya energi terbarukan. Ini yang akan kita kerjakan ke depan. Mudah-mudahan DPR kita menyetujui perubahan anggaran yang dulu berorientasi energi fosil ke energi terbarukan," kata Sudirman.
(dnl/dnl)











































