Aturan kewajiban L/C tersebut ada di Permendag Nomor 26 Tahun 2015. Memang saat ini khusus ekspor migas masih ditangguhkan, namun untuk mendapat penangguhan ini prosesnya juga cukup panjang dan memakan waktu.
"Harapan kami aturan wajib L/C ini dihapuskan bagi penjualan migas nasional," kata Amien kepada detikFinance, Selasa (18/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di pertambangan oke lah, karena kita tahu seperti penjualan batu bara masih banyak yang ilegal, tapi kalau migas, seluruh pembelinya adalah perusahaan kelas dunia, perusahaan besar dan terpercaya. Bagi perusahaan migas berskala internasional kalau diminta pakai L/C itu tandanya kita tidak percaya ke mereka, menghina mereka," ungkap Amien.
"Bahkan kalau mereka sampai pakai L/C untuk beli gas atau minyak kondensat dari kita, rating mereka bisa turun. Mereka-mereka ini kan perusahaan global ratingnya AAA, kalau ketahuan pakai L/C mereka yang rugi, artinya perusahaan mereka tidak bisa dipercaya," tambah Amien.
Apalagi kata Amien, di tengah penurunan harga minyak dunia, harga gas juga jatuh. Sementara Indonesia banyak kontrak jual gas dalam jangka panjang yang harganya masih tinggi. Ketika Indonesia tiba-tiba meminta wajib pakai L/C dalam ekspor gas bumi, perusahaan negara lain yang sudah berkontrak akan menolak dan bila perlu kontrak dibatalkan. Karena mereka bisa dapat gas dari penjual lain yang harganya lebih murah, terutama shale gas dari Amerika Serikat (AS).
"Seperti misal Singapura, kita ekspor gas pakai pipa ke sana, kita minta harus pakai L/C, Singapura nggak mau malah bersyukur kalau kontraknya dibatalkan. Mereka bisa beli gas murah dari AS. Ini kan kerugian kita juga, karena sebagian besar pendapatan negara masih mengandalkan pendapatan dari migas, salah satunya ekspor gas," tutupnya.
(rrd/hen)