Pemerintah Jepang lewat Japan Bank for International Cooperation (JBIC) punya alasan sendiri mengapa mau mendanai program pembangunan dengan biaya investasi pembangkit listrik sebesar itu di Indonesia.
"Pada dasarnya di Jepang itu inflasi kecil. Sehingga interest (suku bunga) juga kecil. Makanya mereka akhirnya mengucurkan dana mereka ke negara berkembang. Dari pada investasi di negara sendiri tapi dananya tidak berkembang," ujar Direktur Utama PT Bimasena Power Indonesia (BPI) Mohammad Effendi, ditemui di lokasi proyek, Jumat (28/8/2015).
Kondisi ini memberi keuntungan tersendiri bagi negara berkembang seperti Indonesia. Keuntungannya berupa pinjaman lunak dengan masa pengembalian panjang dan tingkat bunga pinjaman yang tergolong rendah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besaran bunga ini tergolong rendah. Bandingkan saja dengan bungan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tanpa subsidi di perbankan tanah air yang bisa mencapai 11-15%.
"Jadi bagi kedua negara ini sebenarnya menguntungkan. Kita dapat dana dengan bunga rendah, mereka dapat return (pengembalian) yang lebih tinggi dibandingkan investasi di negaranya," kata dia.
Sayang, ia enggan mengungkap berapa besar pinjaman yang dikucurkan pemerintah Jepang lewat JBIC dalam proyek ini. "Yang jelas mayoritas. Jadi sebagian besar JBIC, sisanya dari ekuitas 3 konsorsium Adaro, J Power dan Itochu," pungkas dia.
(dna/rrd)











































