Seperti diketahui, ketika masyarakat membeli pulsa listrikdi minimarket, di mesin ATM atau mobile banking, pelanggan akan dikenakan beberapa potongan.
Pertama, biaya administrasi bank, besarannya bervariasi tergantung kebijakan masing-masing bank, misalnya biayanya bervariasi antara Rp 2.000-Rp 3.500.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, bea materai, ketika transaksi pembelian pulsa listrik Rp 250.000-Rp 1.000.000 kena bea materai Rp 3.000 per transaksi. Tapi bila pembelian pulsa listrik di atas Rp 1.000.000, maka dikenakan bea materai Rp 6.000 per transaksi.
Keempat, kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% khusus golongan di atas 2.200 volt ampere (VA).
Potongan-potongan tersebut yang dianggap begitu kejam oleh Menko Rizal Ramli. Kenapa?
Misal ketika rakyat miskin beli pulsa listrik Rp 25.000 per transaksi per minggu, akan dikenakan biaya administrasi Rp 2.000-Rp 3.500. Bila beli 4 kali (sebulan) jadi total Rp 100.000. Maka total biaya administrasi dikenakan Rp 8.000-Rp 14.000.
Bandingkan orang mampu bisa beli langsung pulsa listrik Rp 100.000 sekaligus per bulan, artinya ia hanya dikenakan biaya administrasi sekali saja Rp 2.000-Rp 3.500.
Di sinilah yang menurut Menko Rizal Ramli tidak adil, ada permainan dan kejam sekali. Namun, dengan 'kepretan' dari Rizal Ramli ke PLN, mulai membuahkan hasil, Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sedang mengusahakan agar biaya administrasi tersebut bisa dihapus.
"Yang kita pikir pertama adalah bagaimana menghilangkan biaya administrasi perbankan yang Rp 1.600 per transaksi itu. Kita akan rumuskan bersama pihak bankโ," ujar Sofyan beberapa hari lalu.
Sebagai gantinya, ia akan menawarkan agar PLN mengendapkan dananya lebih lama di bank yang bersangkutan, sehingga pihak bank bisa tetap memperoleh pendapatan dari dana tersebut.
"Jadi mereka (bank) tidak dapat biaya administrasi, tapi kami (PLN) mengendapkan dana kita lebih lama di Bank. Jadi Bank tetap dapat pemasukan tapi masyarakat nggak dibebani," jelas dia.
(rrd/hen)











































