Bila tak disiapkan dari sekarang maka mekanik pada pembangkit-pembangkit baru bisa saja diisi tenaga kerja asing, apalagi sebagian besar proyek 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah, mayoritas ditawarkan ke investor.
PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) sebagai anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang bergerak di bidang pembangkitan, memiliki jurus agar pembangkit baru yang dibangun dan dikelola PJB tidak diisi pekerja asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk level tenaga operator dan regu pemeliharaan, PJB menggandeng perguruan tinggi melakukan perekrutan dan pelatihan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di sekitar pembangkit. Mereka akan dilatih di dalam kelas hingga di lapangan selama 1 tahun.
"Lulusan SMK di sekitar pembangkit PJB kita didik. Kita minta mereka daftar, seleksi satu angkatan 60 orang. Kita kerjasama dengan perguruan tinggi. Mereka akan menjalani pendidikan 6 bulan di kelas dan 6 bulan di lapangan,β kata Direktur Utama PJB, Muljo Adji kepada detikFinance, Rabu (7/10/2015).
Setelah 1 tahun, mereka akan memperoleh ijazah atau sertifikat. Para peserta, setelah lulus diberi opsi untuk bekerja di area pembangkit milik PJB atau di tempat lain.
Mayoritas lulusan, kata Muljo, memilih bekerja pada pembangkit milik PJB. Program ini terbukti efektif memberdayakan masyarakat dan meredam isu sosial di sekitar area pembangkitan milik PJB.
"Kalau yang kerja di power plant adalah warga sekitar maka minimal keluarga, tetangga, orang tua merasa keberadaan power plant sangat bermanfaat. Mereka mau jaga sehingga selama ini situasi pembangkit PJB nggak ada masalah sosial," ujarnya.
Untuk tenaga kerja level insinyur atau engineer, PJB melakukan penerimaan karyawan dengan jalur karir. PJB menarik lulusan perguruan tinggi bergelar sarjana hingga master. Mereka juga akan didik untuk dipersiapkan menjadi manager hingga pimpinan tertinggi.
Muljo mengaku, tenaga kerja lokal terbukti mampu mengoperasikan dan merawat pembangkit. Opsi menarik tenaga kerja asing hanya dilakukan bila investor menggandeng PJB pada proyek Independent Power Plant (IPP) berteknologi baru dan kapasitasnya di atas kapasitas pembangkit milik PJB. Proses tersebut hanya dibatasi maksimal 1 tahun sambil menjalani skema transfer teknologi.
"Kita berjuang, jadi setiap IPP harusnya libatkan warga lokal, nggak boleh nggak libatkan local people. Kalau saya ngotot disitu kenapa PJB ikut di 35.000 walau share kecil, saya mau operation and maintenance di PJB karena libatkan local people, kalau nggak begitu kasian," tuturnya.
Cara lain, PJB mengirimkan tenaga kerja terbaiknya belajar tentang pengelolaan pembangkit ke beberapa negara yang telah berpengalaman mengembangkan pembangkit. Langkah ini dilakukan sebelum pembangkit generesi terbaru dioperasikan dan dirawat oleh PJB.
"Kita pasti ada Jawa 7 dengan kapasitas 2 X 1.000 MW. PJB telah trainingkan pegawainya ke Jepang, Korea sama ke China. Kita kirim setiap negara 20-25 orang," paparnya.
(feb/rrd)











































