Alasannya, Pertamina disebut-sebut ikut membuat rupiah melemah karena kebutuhan dolar AS sangat tinggi setiap harinya. Bayangkan saja, Pertamina harus mendatangkan hampir 800.000 barel minyak impor setiap harinya.
"Kurs anjlok, pasti Pertamina disorot, karena kebutuhan dolar kita besar," kata Dwi, saat membuka acara Annual Hulu Day di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (9/11/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produksi BBM Pertamina juga meningkat dengan adanya program Residual Fluid Cracker (RFCC) sebanyak 30.000 barel per hari mulai 30 September 2015. Ini sejalan dengan program Pertamina mengurangi ekspor non valuable product.
Non valuable product tersebut diolah di dalam negeri menjadi BBM seperti premium RON 88.
"Oktober operasikan TPPI, produksi 10% saat ini, sehingga kurangi impor Premium 20%. Kemudian RFCC, semua naik valuable product dan mampu kurangi impor Premium," jelasnya.
Untuk solar, Pertamina telah mencari terobosan dengan mencari sumber campuran bahan baku solar seperti biofuel. "Tahun depan nggak lagi impor solar. Kalkulasi perubahan campuran buat kita tidak jadi impor," ujarnya.
(feb/dnl)











































