Apa Kabar Penjualan Saham Freeport ke Pemerintah?

Apa Kabar Penjualan Saham Freeport ke Pemerintah?

Rista Rama Dhany - detikFinance
Rabu, 18 Nov 2015 09:22 WIB
Apa Kabar Penjualan Saham Freeport ke Pemerintah?
Jakarta -

Freeport Indonesia beberapa hari terakhir ramai diperbincangkan terkait dugaan permintaan saham dengan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) oleh Ketua DPR Setya Novanto. Namun di balik itu semua, bagaimana kabar kewajiban divestasi saham perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut?

Seperti diketahui, harusnya Freeport mulai menawarkan sahamnya 10,64% pada Oktober 2015 lalu. Tapi ternyata sampai saat ini penawaran saham tersebut belum dilakukan.

"Kami masih menunggu konstruksi hukum dan mekanisme yang jelas," kata Vice President Corporate Communications, Freeport Indonesia, Riza Pratama, kepada detikFinance, Rabu (18/11/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, saham Freeport 10,64% tersebut ditawarkan terlebih dahulu ke pemerintah pusat, setelah 90 hari pasca penawaran pemerintah pusat tak membelinya, maka saham akan ditawarkan ke pemerintah daerah. Bila dalam waktu 60 hari tak dibeli juga, maka baru ditawarkan ke BUMN atau BUMD. Bila tak ada yang berminat, maka proses ini akan diulang kembali tahun berikutnya.

Pemerintah sendiri melalui Menteri ESDM Sudirman Said, mendorong agar penawaran saham Freeport dapat dilakukan dengan mekanisme Initial Public Offering (IPO). Wacana tersebut juga didukung manajemen Freeport. Tujuan dari mekanisme IPO ini adalah agar lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tapi, hingga sampai saat ini belum ada aturan jelas, apakah penawaran saham ini dapat dilakukan melalui skema IPO.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang kegiatan usaha penambangan minerba, Freeport yang punya tambang bawah tanah (underground) kena kewajiban divestasi 30% saham.

Sesuai PP divestasi itu, kewajiban perusahaan minerba mendivestasikan sahamnya sebanyak 51% apabila tambangnya tidak terintegrasi dengan pabrik pemurnian (smelter). Bila terintegrasi smelter, kewajiban divestasinya hanya 40%, dan apabila mengembangkan tambang bawah tanah, kewajiban divestasi saham hanya 30%.

Untuk saat ini, Freeport tengah dalam proses perubahan status kontraknya, dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Perubahan harus dengan izin Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kontrak Freeport di tambang emas Papua akan habis 2021. Freeport meminta perpanjangan kontrak hingga 2041.

Saham Freeport yang dimiliki pemerintah saat ini baru 9,36%, bila 10,64% ini diambil pemerintah pusat, maka total saham yang dimiliki nantinya akan menjadi 20%.

Freeport akan kembali diwajibkan menawarkan sahamnya 10% pada 2019, sehingga total saham yang wajib dilepas Freeport mencapai 30%.

(rrd/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads