Sofyan Djalil Usul Ada Badan Khusus yang Urusi Dana Ketahanan Energi

Sofyan Djalil Usul Ada Badan Khusus yang Urusi Dana Ketahanan Energi

Lani Pujiastuti - detikFinance
Senin, 28 Des 2015 12:00 WIB
Sofyan Djalil Usul Ada Badan Khusus yang Urusi Dana Ketahanan Energi
Jakarta - Pemerintah mengeluarkan kebijakan 'Dana Ketahanan Energi' yang memungut keuntungan yang didapat PT Pertamina (Persero) dari penjualan Premium Rp 200/liter dan Solar Rp 300/liter.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, mengusulkan agar ada lembaga khusus atau Badan Layanan Umum (BLU) yang mengelola Dana Ketahanan Energi.

"Tentu pemanfaatan keuangan negara harus jelas dan berpayung hukum. Di mana ditaruh uang (dana ketahanan energi) itu dan bagaimana menggunakannya. Dana ini juga belum dibahas secara serius, gambaran besarnya dalam APBN 2016 termasuk dampaknya dari sektor PNBP minyak dan gas," ungkap Sofyan Djalil, ditemui di Bappenas, Jakarta, Senin (28/12/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan segera merumuskan bentuk pertanggungjawaban penghimpunan dan penggunaan dana ketahanan energi tersebut.

"Pengalaman selama ini, menurunkan harga BBM itu mudah sekali, tapi begitu naik jadi masalah. Kali ini kita punya opsi selisih harga BBM dengan harga minyak dunia, dijadikan dana cadangan atau buffer. Jadi ke depan harga BBM naik atau turun tidak serta merta," tuturnya.

Alternatif paling memungkinkan untuk ditempuh, menurutnya yaitu dengan membentuk Badan Layanan Umum atau BLU. Pembentukan BLU bisa digunakan sebagai wadah pengelola dana dengan pertanggung jawaban yang jelas.

"Jadi bisa jadi akan dibentuk BLU. Ini masalah akuntabilitas saja. Sebetulnya sangat mudah, selama pertanggung jawabannya jelas. Berapa liter terjual dikalikan selisih harga berapa," tambahnya.

Pembentukan badan pengelola dana ketahanan energi, perlu dibentuk sebelum pungutan tersebut diberlakukan. "Saya pikir sedang dibahas, ini kan belum berlaku. Sampai tanggal 6 akan dikerjakan," tambahnya.

Sofyan menjelaskan, pemanfaatan dana ketahanan energi bisa mencontoh negara-negara maju. Beberapa negara maju bahkan tidak menerapkan harga keekonomian naik-turun sesuai harga minyak dunia. Harga BBM relatif tetap namun selisih harga BBM dengan harga minyak dunia dipungut sebagai pendapatan negara dengan sebutan carbon tax atau pajak akibat emisi karbon, yang ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar fosil.

"Jadi beberapa negara maju yang harga BBM ngga naik-turun itu, walaupun harga minyak turun, harga BBM tetap. Selisihnya akan tetap jadi pemasukan negara sebagai carbon tax. Kita bisa contoh skema carbon tax yang bisa dimanfaatkan untuk upaya mengembangkan energi terbarukan. Bisa untuk mencapai penggunaan energi terbarukan dalam energy mix di tahun 2025 yang sampai 30%," jelasnya.

(rrd/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads