Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio punya penilaian yang sama. Menurutnya, harga saham yang ditawarkan Freeport seharusnya tidak semahal itu.
"Bursa tidak bisa bilang kemurahan atau kemahalan. Tapi kalau saya pribadi dengar apa kata-kata pak Rizal Ramli jadi murah loh," ujar dia ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Senin (18/1/2015).β
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran kinerjanya menurun, saat ini kapitalisasi pasar atau market cap saham Freeport juga menjadi lebih rendah.
"Katanya (Freeport) adalah terbesar di dunia waktu itu. Tapi, kalau saya lihat mari kita lihat, US$ 1,75 miliar (penawaran Freeport) itu artinya market cap US$ 17 miliar. Banyak perusahaan di Indonesia market cap nya lebih besar dr itu," tegas dia.
Menurut Tito, banyak perusahaan di tanah air yang lebih menguntungkan secara kinerja. Ia membandingkan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan PT Pertamina (Persero).
Dengan harga semahal itu, menurutnya, Freeport ternyata tidak memberikan keuntungan yang setimpal bagi Pemerintah.
"Untung BRI itu dua kali lebih besar dari untung Freeport Indonesia loh. Pertamina untungnya 4 kali lipat dari Freeport, banyak yang lebih menarik di Indonesia. Dan Freeport itu sekarang (area tambangnya berkurang) tinggal 90 ribu hektar. Jadi seperti itu pandangan saya kalau lihat data yang ada," pungkas dia.
Perlu diketahui, saat ini Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji skema pembelian saham divestasi yang ditawarkan Freeport Indonesia.
Tim tersebut terdiri dari Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Sekretaris Kabinet (Setkab), Kementerian Perekonomian, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain membahas skema pembelian, tim ini juga akan mengkaji kewajaran nilai saham yang ditawarkan Perusahaan Tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
(dna/drk)











































