Anggota Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPSLA), Nur Pamudji, menjelaskan penghematan biaya listrik bisa direncanakan sejak awal atau sebelum pemasangan.
Sebagai ilustrasi, Tagihan rata-rata bulanan dari PT PLN adalah Rp 1 juta, selanjutnya, tagihan Rp 1 juta dibagi harga per kWh (Rp 1400/kWh) sehingga diperoleh angka 714 kWh per bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika calon pengguna tinggal di Jakarta, Nur menyebut jam efektif matahari rata-rata 3,5 jam per hari, maka calon pengguna perlu memasang panel berkapasitas 9,5/3,5=2,7 kilo Watt peak atau dibulatkan 3 kWp.
Jika ingin memilih panel dan inverter berteknologi Eropa, harganya US$ 1,9 per Watt-peak, maka butuh biaya US$ 5.700 atau sekitar Rp 80 juta.
"Satu panel 250 Watt-peak, berati anda butuh 12 panel untuk dapatkan kapasitas 3 kWp. Luas tiap panel 1,7 meter persegi, jadi anda butuh atap 12x1,7 = 20,4 meter persegi yang tidak terhalang bayangan pohon atau bangunan sepanjang hari sejak matahari terbit sampai tenggelam," paparnya.
Pada kesempatan itu, Nur menegaskan bila jaringan listrik panel surya terkoneksi dengan jaringan listrik PLN. Bila pasokan listrik panel surya berkurang, maka pasokan listrik dipenuhi oleh jaringan PLN, sebaliknya pasokan listrik surya bisa mengirim listrik ke jaringan PLN bila produksi berlebih.
Dengan sistem koneksi ini, panel surya tidak memerlukan baterai.
"Komentar menyinggung soal baterai yang cepat rusak. Ini salah paham. Panel surya atap di rumah pelanggan PLN sama sekali tidak butuh baterai, hanya perlu panel surya dan inverter saja," tambahnya. (feb/wdl)