Proyek 35.000 MW Minim Energi Terbarukan, Ini Sebabnya

Proyek 35.000 MW Minim Energi Terbarukan, Ini Sebabnya

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 11 Feb 2016 15:50 WIB
Foto: Ari Saputra
Nusa Dua - Proyek listrik 35.000 MW masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar. Dari total pembangkit listrik 35.000 MW yang akan dibangun sampai 2019, 18.000 MW di antaranya adalah PLTU.

Sedangkan porsi pembangkit yang menggunakan energi terbarukan hanya 25% atau sekitar 8.750 MW. Padahal, di sisi lain pemerintah Indonesia mengaku sedang menggenjot penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber-sumber energi fosil yang akan habis cadangannya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan bahwa alasan utama proyek listrik 35.000 MW didominasi oleh sumber energi fosil, terutama batu bara, ialah karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan energi terbarukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila menggunakan sumber-sumber energi yang mahal, tentu otomatis tarif listrik juga tinggi, ujung-ujungnya masyarakat yang harus menanggungnya. Namun pemerintah tetap mengembangkan energi terbarukan untuk dikombinasikan dengan energi fosil.

Dengan mix energy, biaya listrik tetap ekonomis namun ketergantungan pada energi fosil juga dapat ditekan.

"Apabila semua (pembangkit listrik) langsung diubah (menggunakan energi terbarukan) tentu ongkosnya langsung tinggi. Karena itu pemerintah masih mengkombinasikan renewable energy dengan coal. Mix energy sangat penting," kata Jusuf Kalla saat membuka Bali Clean Energy Forum di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/2/2016).

JK menambahkan, dominasi batu bara untuk sumber energi hanya sementara. Alasannya, dalam jangka panjang batu bara akan menciptakan inefisiensi akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.

Maka penggunaan energi terbarukan akan makin ditingkatkan, dan penggunaan batu bara maupun energi fosil lainnya terus dikurangi.

"Memang coal lebih murah, tapi ongkosnya lebih mahal dalam jangka panjang, harus diperhitungkan juga. Karena itu kombinasi yang harus dicapai pada 2025 adalah EBT dari geothermal, hydro harus 23%, sekarang baru 11%," paparnya.

Dia yakin energi terbarukan ke depan akan semakin murah seiring dengan perkembangan teknologi.

"Teknologi selalu berkembang dan saya yakin akan menciptakan hal-hal yang efisiensi. Kita tahu 10 tahun lalu solar energy masih 40 sen dolar per kWh, sekarang banyak yang menawarkan hanya 12 sen per kWh," tuturnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa pihaknya tetap berkomitmen mengembangkan energi terbarukan meski saat ini harga minyak bumi dan sumber energi fosil lainnya jauh lebih murah dibanding energi terbarukan.

Pasalnya, pemerintah sadar tidak dapat terus bergantung pada sumber energi fosil. Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) juga sudah ditetapkan bahwa energi terbarukan harus mencapai 23% dalam bauran energi di tahun 2025.

"Dalam situasi harga minyak rendah, pemerintah terus komit membangun EBT. Ini sesuatu yang harus kita kerjakan, kita punya potensi EBT 300 ribu MW. Pada 2025 EBT haru mencapai 23%. Fosil akan habis suatu saat, tidak bijak bila kita terlalu bergantung pada energi fosil," tutupnya. (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads