Namun hingga sekarang belum dapat digunakan pesawat karena pertimbangan keamanan.
"Saya kira risetnya sudah jadi, kemudian sudah bisa dipakai dan terbukti bisa dipakai. Tapi saat ini belum ada yang memakai, karena memang kalau untuk pesawat udara lebih tinggi persyaratan safety-nya," kata Bayu di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/2/2016)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini komunikasi terus dilakukan dengan pihak maskapai. Tentunya BPDP Sawit tidak bisa memaksakan penggunaan biofuel, sebab alasan keamanan dalam penerbangan menjadi sangat penting.
"Bukan karena masalah lingkungan, atau apa-apa. tapi di udara nggak boleh ada kesalahan sedikitpun. Ini yang masih jadi pertimbangan mereka, jadi wajar saja," ujarnya.
Bayu menilai hal tersebut juga bukan karena harga yang dimungkinkan lebih mahal.
"Kalau persyaratan keamanannya ditingkatkan tentunya bisa lebih mahal. Tapi kalau posisi sekarang, salah satu masalah pengembangan biodiesel karena harga minyak yang murah. itu nggak bisa dipungkiri, karena bedanya harga sangat jauh," terang Bayu.
Bayu menyebutkan, untuk sekarang sudah ada beberapa maskapai dari negara lain yang mencampurkan biofuel ke dalam avtur. Diharapkan Indonesia bisa mengikuti hal tersebut.
"Kemarin sudah mulai ada pelabuhan udara yang menyediakan biofuel untuk avtur di Eropa. Jadi di luar negeri sudah ada, tapi di Indonesia belum ada," pungkasnya.
Dia menambahkan, BPDP Sawit menjalin kerjasama dengan tiga lembaga riset dari unit pemerintah, yakni Badan Litbang dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Litbang Pertanian dan Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Bayu menjelaskan, terhadap Badan Litbang dan Inovasi LHK maka difokuskan pada pemanfaatan limbah dan hasil replanting. Kemudian terhadap Badan Litbang Pertanian, kerjasama difokuskan pada pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah dan sumberdaya genetik nasional.
"Sedangkan Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan pemanfaatan sawit untuk nioenergi," paparnya.
BPDP Sawit juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya. Sekarang sudah ada 54 penelitian yang muncul dan 14 di antaranya berasal dari perguruan tinggi.
"Kami juga sudah menyediakan beasiswa untuk tambahan pelatihan 60 siswa SMK di daerah sentral produksi kelapa sawit. Pelatihan untuk 90 siswa SMK pertanian untuk kelapa sawit," ujar Bayu
"Kemudian beasiswa D1 untuk 300 mahasiswa anak-anak petani yang akan dilatih agar mereka bisa menjadi koordinator kebun dengan lingkup tugas 100 hektar per orang. Yang akan dikirim ke Yogyakarta dan mereka harus kembali," tukasnya. (hns/hns)











































