Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Alam, Rizal Ramli, ikut angkat suara perihal rencana tersebut. Menurutnya, aturan larangan ekspor bahan mentah tambang tersebut perlu dikaji kembali.
"Itu UU (Minerba) saya kira memang agak berlebihan dan tergesa-gesa. Karena itu wajibkan semua perusahaan tambang bangun smelter, padahal bangun smelter kan mahal yang nilainya US$ 1-1,5 miliar," jelas Rizal, ditemui di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Senin (22/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi jelas banyak miner (perusahaan tambang) nggak mampu bangun smelter. Karena nggak bisa penuhi skala produksi minimum. Nggak masuk hitungan," terangnya.
Rizal mengungkapkan, sampai saat ini pun baru 7 perusahaan tambang skala raksasa yang memenuhi kewajiban pengolahan konsentrat tambang tersebut.
"Makanya kan dari seluruh penambang hanya ada 7 saja yang segera melaksanakan. Yang lain imposible bangun, hanya yang besar-besar saja, termasuk salah satunya Freeport, artinya perlu di-review lagi," tutupnya. (wdl/wdl)











































