Bila UU Minerba tak direvisi, perusahaan-perusahaan yang belum memiliki smelter pada 2017 dipastikan kolaps, karena tak bisa melakukan ekspor lagi, operasinya pasti terganggu, para pekerjanya pun terpaksa di-PHK.
"Saya ingin menangapi berita yang beredar. Sekarang saya sekarang sedang menyiapkan revisi UU Minerba. Kenapa diubah? Ada beberapa hal yang harus dievaluasi yang kita lihat belum berhasil. Seperti smelter, kita juga evaluasi, pemohon (pembuat smelter) masih jauh dari progres," ujar Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (26/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta revisi atas UU Minerba ditunda hingga smelter-smelter selesai dibangun dan mulai beroperasi.
"Sebaiknya tunggu smelter-smelter yang sekarang sedang dibangun beroperasi, baru kita tinjau lagi UU Minerba," kata Dirjen Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan.
Putu khawatir, revisi UU Minerba membuka kembali keran ekspor mineral mentah. Bila ekspor barang tambang mentah sampai dibuka lagi, hilirisasi mineral di dalam negeri akan terganggu, dan tentu tidak adil bagi perusahaan-perusahaan pertambangan yang sudah susah payah menggelontorkan banyak uang untuk membangun smelter.
Selain itu, smelter-smelter yang sudah dibangun bisa kekurangan pasokan bahan baku akibat ekspor mineral mentah diizinkan lagi. Kalau itu terjadi, tentu perusahaan yang sudah membangun smelter bakal rugi besar.
"Yang memiliki izin pertambangan tentu berpikir, masih bisa ekspor, nggak harus jual ke yang bikin smelter, itu yang bahaya. Bisa-bisa yang sudah bangun smelter tidak mendapat kepastian bahan baku," tutupnya. (wdl/wdl)











































