Banyaknya pertambangan batu bara yang berhenti berproduksi ini membuat proyek listrik 35.000 MW terancam kekurangan pasokan batu bara. Padahal, proyek ini didominasi oleh PLTU yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi.
"Keadaan seperti ini dikhawatirkan membuat proyek listrik 35.000 MW tidak cukup pasokan batu bara. Bukan karena tidak ada batu bara tapi karena pertambangannya menjadi kecil karena memang tidak masuk keekonomian di level tertentu," kata Menteri ESDM Sudirman Said usai pertemuan di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (10/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sudirman, harga batu bara harus sampai pada tingkat yang ekonomis supaya suplainya terjamin, ekonomis untuk perusahaan tambang maupun produsen listrik.
"Ke depan harus ada keseimbangan harga baru yang oleh pengusaha batu bara dianggap cukup ekonomis untuk menambang, tapi juga untuk pengusaha listrik cukup ekonomis untuk dibeli," paparnya.
Pihaknya berjanji akan mendorong negosiasi antara perusahaan tambang selaku produsen batu bara dengan PLN dan Independent Power Producer (IPP) sebagai pembeli batu bara. Harus ada kompromi harga batu bara, menguntungkan produsen tapi juga tidak memberatkan pembeli.
"Solusinya tadi, harus ada negosiasi supaya harganya ketemu antara yang dianggap ekonomis oleh pengusaha batu bara dan pembangkit listrik. Kita akan ketemu harga keseimbangan, kita harus cari solusi itu," ucap Sudirman.
"Fungsi pemerintah disini harus ada. Jadi kita disini akan menjembatani satu proses diskusi. PLN, APBI, dan IPP yang akan menggunakan batu bara sebagai energi primernya. Nanti kita akan cari satu solusi," dia menambahkan.
Sudirman optimistis bisa segera mendapatkan titik temu sehingga suplai batu bara untuk proyek listrik 35.000 MW terjamin. "Kita tidak buntu, kita ada jalan keluar, akan ketemu karena keduanya punya kepentingan, baik pengusaha batu bara maupun pengusaha pembangkit listrik," tutupnya. (ang/ang)