"(Cukai BBM) menambah harga, pasti," kata Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang, usai disuksi di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Dia memperkirakan, naiknya harga BBM setelah dikenakan cukai bakal membuat masyarakat beralih ke energi baru terbarukan (EBT). Dengan begitu, konsumsi BBM dapat ditekan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cukai BBM diyakininya dapat mendorong pengembangan EBT di dalam negeri. Sebab, harga EBT menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Memang bisa begitu. Pengenaan environment tax itu untuk mendorong masyarakat pindah ke energi baru dan terbarukan, karena EBT tidak kena tax," ucap Ahmad.
Ahmad melanjutkan, pengenaan cukai BBM adalah kebijakan yang sudah diterapkan di berbagai negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Peraturan perundangan di Indonesia memungkinkan kebijakan tersebut juga dilakukan di Indonesia.
"Ada dasar hukum yang memungkinkan, yakni UU Lingkungan Hidup. BBM itu di negara-negara maju kena environment tax, di kita belum," tutupnya.
Sebagai informasi, Pemerintah membidik tambahan penerimaan dari pengenaan cukai untuk BBM. Saat ini, rencana pengenaan cukai tersebut sedang dikaji Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
Menurut Goro Ekanto, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kementerian Keuangan, selain untuk menambah penerimaan cukai, pengenaan cukai untuk kedua produk itu untuk menekan perilaku masyarakat dalam konsumsi BBM.
Pengenaan cukai untuk BBM diarahkan untuk konsumsi yang produktif. Misalnya, konsumsi BBM lebih banyak untuk angkutan umum yang bisa mengangkut orang dalam jumlah banyak, bukan sebaliknya untuk kendaraan pribadi yang kapasitas angkutnya terbatas.
"Jangan karena harga BBM turun jadi orang jor-joran juga beli BBM. Seharusnya bijaksana juga beli BBM, jangan cuma dipakai untuk mutar-mutar, tapi digunakan untuk tujuan produktif. Produktif itu artinya, kalau kita naik kendaraan umum maka BBM digunakan untuk kegiatan produktif karena bisa untuk lebih banyak orang," kata Goro. (ang/ang)











































