Kementerian ESDM mencatat, selama tahun 2015 lalu, realisasi pengeboran sumur eksplorasi hanya 52 sumur. Dari jumlah itu, hanya 15 yang berhasil menemukan cadangan migas. Sementara pada Januari-Maret 2016 ini, baru dilakukan 10 pengeboran sumur eksplorasi, 3 di antaranya berhasil mendapatkan cadangan baru.
Sebagai pembanding, pada 2011 ada 107 pengeboran sumur eksplorasi, 34 di antaranya sukses menemukan cadangan. Lalu di 2012 ada 106 pengeboran, dan 39 memperoleh cadangan. Di 2013 terealisasi 101 pengeboran, dan 26 sukses. Pada 2014 ada 83 pengeboran, dan 25 menemukan cadangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan tingkat penurunan produksi (decline) sumur-sumur minyak dan gas di Indonesia di atas 20% per tahun. Bila eksplorasi minim seperti saat ini, tentu membahayakan ketahanan energi Indonesia di masa mendatang, impor minyak akan semakin membesar.
"Penurunan rata-rata, decline sumur di Indonesia, di atas 20% per tahun. Makanya kita harus melakukan sesuatu," kata Wiratmaja, dalam diskusi di Gedung Migas, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Wiratmaja mengaku, masih mengkaji berbagai insentif untuk menggenjot kegiatan eksplorasi migas. Dengan adanya insentif-insentif, paling tidak produksi migas di Indonesia bisa ditahan di 2,2 juta barel setara minyak per hari (barel equivalent oil per day/boepd), tidak terus merosot.
Jika kondisi saat ini dibiarkan, berdasarkan grafik perkiraan produksi yang dibuat Kementerian ESDM, produksi migas di 2020 hanya 1,5 juta barel setara minyak per hari alias berkurang 700.000 barel setara minyak per hari dibanding saat ini.
"Kalau kita berikan insentif yang bagus, produksi kita minimum datar. Kalau business as usual, apa adanya saja, produksi pasti merosot," tukasnya.
Insentif yang sudah diberikan pemerintah saat ini adalah penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) selama masa eksplorasi. Kemudian yang sedang disiapkan adalah penghapusan pajak-pajak lainnya dan perpanjangan masa eksplorasi.
"Misalkan selama masa eksplorasi KKKS nggak kena pajak PBB, pajak impor peralatan, dan sebagainya. Sekarang baru PBB saja (yang sudah dibebaskan)," pungkasnya. (wdl/wdl)











































