Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli melontarkan kritik bahwa Indonesia terlalu banyak mengekspor gas. Gas yang harusnya bisa digunakan untuk industri dan menjadi bernilai tambah tinggi malah diekspor mentah-mentah ke luar negeri, lalu Indonesia mengimpor barang jadi yang bahan bakunya adalah gas dari Indonesia sendiri.
Kementerian ESDM mengungkapkan, hal ini terjadi akibat minimnya infrastruktur gas bumi yang dimiliki Indonesia. Pemanfaatan gas di dalam negeri menjadi terbatas akibat ketiadaan infrastruktur, mau tak mau sebagian besar produksi gas akhirnya diekspor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar gas dapat digunakan oleh industri di dalam negeri, perlu infrastruktur seperti pipa transmisi, pipa distribusi, FSRU, dan sebagainya. Tanpa itu semua, gas dari sumur produksi tak bisa dialirkan ke industri.
Maka pembangunan infrastruktur gas perlu digenjot supaya Indonesia tak lagi dikenal sebagai eksportir gas yang besar, tapi menjadi negara yang daya saingnya tinggi karena memanfaatkan kekayaan gas dengan baik.
"Kuncinya adalah di infrastruktur gas," tandas Wiratmaja.
Saat ini, total panjang pipa gas di Indonesia baru 9.876 kilometer (km), terdiri dari 5.150 km pipa transmisi dan 4.726 km pipa distribusi. Setidaknya perlu penambahan pipa hingga 16.000 km agar gas tak jor-joran diekspor lagi.
"Di road map kita butuh sekitar 16.000 km. Maka kita harus genjot terus pembangunannya," pungkasnya. (drk/drk)











































