"Listrik itu infrastruktur primer, itu nomor satu, tidak ada pertumbuhan ekonomi kalau nggak ada listrik. Hambatan yang terjadi di proyek 35.000 MW tentunya akan membuat pertumbuhan ekonomi kita lambat," kata Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Sabtu (14/5/2016).
Dia menambahkan, ekspansi usaha sudah pasti membutuhkan tambahan pasokan listrik. Saat ini para pengusaha kesulitan melakukan ekspansi ke luar Jawa karena masalah listrik. Bila proyek 35.000 MW jalan di tempat, tentu pemerataan pembangunan tak mungkin terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya mengaku bingung mengapa proyek listrik 35.000 MW masih lamban. Padahal banyak sekali investor mengantre untuk proyek ini, kebutuhan listrik juga terus melonjak, harusnya pembangunan bisa lebih cepat. Hariyadi berpendapat bahwa PLN sebagai pelaksana proyek 35.000 MW belum bekerja dengan maksimal.
"Investor ada, marketnya juga ada kok, jadi salahnya dimana? Pelaksana proyek 35.000 MW harus dikoreksi," tandasnya.
Menurutnya, manajemen PLN harusnya tak perlu terlalu kaku dan terlalu takut dalam mengambil keputusan. Kekakuan dalam pengambilan keputusan ini yang membuat proyek tak bisa cepat.
"Jangan takut dikriminalisasi. Semua di bawah koordinasi pemerintah kok," ujar Hariyadi.
Para pengusaha sangat membutuhkan listrik, pelaksanaan proyek 35.000 MW harus diperbaiki agar terealisasi dengan baik.
"Kita sudah kehilangan banyak waktu, harus terealisasi untuk mendukung perekonomian nasional," tutupnya.
Sebagai informasi, sejak diluncurkan secara resmi setahun yang lalu realisasi proyek 35.000 MW hingga saat ini masih minim. Per April 2016 lalu, pembangkit listrik yang sudah selesai dibangun beroperasi penuh (Commercial Operation Date/COD) baru 123 MW atau 0,3%.
Kemudian pembangunan jaringan transmisi baru 2.368 km dari total 46.000 km, atau 5% yang dibutuhkan untuk proyek 35.000 MW. Lalu dari 1.375 Gardu Induk (GI) berkapasitas 108.789 MVA, baru terbangun 7.295 MVA (6,7%) yang sudah dibangun. (hns/hns)











































