Lelang tak bisa segera dilakukan, karena revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) belum jelas. RUPTL merupakan acuan untuk pelelangan pembangkit, lelang tak bisa dilakukan bila RUPTL belum pasti.
Kementerian ESDM mengaku telah menagih revisi RUPTL kepada PLN, terakhir melalui surat pada 12 Mei 2016. BUMN listrik tersebut diberi waktu hingga 20 Mei 2016 untuk menyerahkan revisi RUPTL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Bila sampai 20 Mei revisi RUPTL belum diserahkan) Pemerintah akan menetapkan berdasarkan data yang ada di pemerintah dan juga diselaraskan dengan program 35.000 MW," tandas Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Sujatmiko, saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Dia mengakui, revisi RUPTL yang harusnya rampung pada Januari 2016 mengalami keterlambatan karena lamanya pembahasan. Berbagai perubahan dalam RUPTL seperti porsi pembangkit listrik dari energi baru terbarukan (EBT), listrik pedesaan, dan porsi PLN dalam proyek 35.000 MW dibahas hingga 1 Maret 2016.
"Ada EBT, dan juga listrik desa dimasukan dalam RUPTL karena pemerintah tidak dapat dana lagi untuk bangun listrik desa, lalu porsi IPP berapa dan porsi PLN berapa," paparnya.
Tetapi pembahasan sudah selesai lebih dari 2 bulan lalu, harusnya sudah bisa diserahkan sejak akhir Maret atau awal April. Sujatmiko mengingatkan, direksi PLN melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 bila revisi RUPTL tak disampaikan ke Kementerian ESDM hingga 20 April 2016.
Jatmiko khawatir, molornya RUPTL ini berdampak pada mundurnya jadwal operasi sejumlah pembangkit yang harusnya memasok listrik mulai 2018-2019.
"Kalau RUPTL molor berarti kan ada semacam pengunduran target yang tahun ini, katakanlah sudah bangun sekian jadi mundur sekian. Maka tahun depan harus ada program carryover atau take over yang tahun ini terlambat," pungkasnya. (wdl/wdl)











































