Ada Ladang Gas di Natuna, Harusnya Kalbar Tak Perlu Impor Listrik

Ada Ladang Gas di Natuna, Harusnya Kalbar Tak Perlu Impor Listrik

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 18 Mei 2016 17:57 WIB
Ada Ladang Gas di Natuna, Harusnya Kalbar Tak Perlu Impor Listrik
Foto: Gas
Jakarta - Di sebelah utara Kalimantan ada ladang gas yang potensinya paling besar di Indonesia saat ini, yaitu Blok Natuna. Cadangan gas Blok Natuna diperkirakan mencapai 46 trillion cubic feet (TCF) atau triliun kaki kubik, hampir 5 kali lipat cadangan Blok Masela yang diributkan baru-baru ini.

Bila Blok Natuna dikembangkan, gasnya sangat cukup untuk melistriki Kalimantan, sehingga Kalimantan Barat (Kalbar) tak perlu lagi bergantung pada pasokan listrik impor dari Malaysia. Selain itu juga bisa untuk industri petrokimia, yang menciptakan nilai tambah dan lapangan pekerjaan bagi banyak penduduk.

"(Gas dari Natuna) Terutama untuk listrik, itu Kalbar sampai sekarang listriknya dari Malaysia lho. Dia tanah air Indonesia tapi listriknya dari Malaysia, kita kan sedih. Kemudian untuk petrokimia," kata Sekjen Komite Eksplorasi Nasional (KEN), Muhammad Sani, saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (18/5/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi sayangnya, ujar Sani, Blok Natuna seperti luput dari perhatian pemerintah, meski potensinya yang sangat besar bisa bermanfaat besar untuk rakyat. Akibatnya, Indonesia yang kaya sumber energi terpaksa mengimpor listrik dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Kalbar.

"Cadangan gas kita 50 TCF, itu 46 TCF dari Natuna. Masela saja kita ribut, masak yang 46 TCF kita abaikan? Natuna ini yang terbesar yang kita punya," tandasnya.

Sampai sekarang pun pemerintah belum memiliki rencana yang jelas untuk mengembangkan Blok Natuna. "Belum ada satu perencanaan yang terintegrasi. Kalau masing-masing perusahaan membuat rencana sendiri, pasti nggak ekonomis," tukas dia.

Sani mendesak agar dibuat perencanaan yang jelas dan terintegrasi untuk pengembangan Blok Natuna beserta wilayah Natuna secara keseluruhan. "Secepatnya, harus ada kebijakan ke arah sana, harus jadi satu kebijakan Presiden," tutupnya. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads