Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang disusunnya baru-baru ini, digariskan kekayaan energi tidak boleh dijadikan komoditas ekspor, tapi harus dimanfaatkan untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
"Energi tidak boleh jadi komoditi, tidak dijadikan andalan penerimaan negara. Konsekuensinya negara mendorong batu bara, minyak, gas dan sebagainya menjadi pendorong ekonomi. Kami di ESDM sangat butuh bantuan DPR untuk membuat ini menjadi dasar kebijakan ke depan," kata Sudirman, dalam acara yang digelar di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2016). Dalam acara ini, hadir juga para petinggi perusahaan di sektor hulu migas
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di APBN asumsi kita harga minyak US$ 50/barel. Porsi penerimaan kita dari migas makin kecil. Sekarang baru 10% penerimaan yang dihasilkan dari migas," ujarnya.
Tren harga minyak rendah ini masih akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Salah satu indikasinya, negara-negara produsen minyak terbesar dunia gagal mencapai kesepakatan untuk menahan laju produksi.
"Awal 2016 ada surplus produksi minyak 1,5 juta barel per hari (bph), sementara demand menurun karena perlambatan ekonomi dunia. April 2016 ada pertemuan di Doha, 2 hari kita berkumpul menonton perdebatan beberapa negara, forum tidak berhasil menyepakati freeze production," Sudirman menuturkan.
Di Indonesia sendiri, investasi di hulu migas mengalami penurunan dari US$ 22 miliar pada 2014 menjadi US$ 18 miliar di 2015. "Kita mengalami penurunan investasi migas dari US$ 22 miliar pada 2014 jadi US$ 18 miliar di 2015," tukas dia.
Selain itu, penemuan teknologi-teknologi baru membuat biaya produksi energi terbarukan semakin murah. Penemuan shale gas dan shale oil juga tentu menekan harga menekan harga minyak dunia.
Maka tak masuk akal bila negara masih mengejar pundi-pundi dari minyak, lebih baik energi yang murah dipakai saja untuk memperkuat daya saing industri di dalam negeri.
"Biaya produksi shale gas menurun dalam 5 tahun terakhir. Akan makin murah harganya dan ini yang menyebabkan tidak ada satu pun faktor industri migas yang akan dominan seperti di masa lalu," tutupnya. (wdl/wdl)











































