Artinya, produksi premium akan berkurang 91.000 bph mulai 2018. Sebaliknya produksi pertamax di dalam negeri akan bertambah 91.000 bph.
"2 minggu lalu kami di Cilacap meresmikan Proyek Langit Biru Cilacap, selesai pertengahan 2018. PLBC akan mengubah seluruh produksi 91.000 barel premium RON 88 menjadi pertamax RON 92 untuk menyediakan BBM yang lebih berkualitas. 2 tahun dari sekarang," papar Direktur Pengolahan Pertamina, Rachmad Hardadi, saat ditemui di Kilang Minyak Balikpapan, Kamis (9/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai gambaran, permintaan pertamax naik 17% menjadi 12.000 kilo liter (KL) per hari dalam sebulan terakhir. Lalu pertalite naik 43% menjadi 10.500 KL/hari dalam 1 bulan. Sebagian besar kebutuhan pertamax saat ini harus dipenuhi dari impor, maka perlu produksinya di dalam negeri perlu digenjot agar impor BBM tak membengkak di masa mendatang.
"Hari ini saya dapat info di bagian pemasaran, serapan pertalite, pertamax, terus melonjak. Kami siap memberi dukungan full. Dari laporan yang kami terima, pertamax dan pertalite naiknya eksponensial, konsumsi premium turun. Kebetulan harganya (premium dan pertamax) sekarang bedanya nggak besar," tukas dia.
Selain disparitas harga yang semakin tipis, permintaan pertamax juga naik karena peningkatan pendapatan rata-rata penduduk Indonesia seiring pertumbuhan ekonomi, semakin banyak mobil-mobil mewah di jalanan yang tak bisa menggunakan premium.
"Mobil-mobil tertentu dari Audi, Mercy, RON 92 saja tidak memadai buat mereka, minimal RON 95," ujar Rachmad.
Meski begitu, premium tidak akan dihilangkan dari pasaran. Pertamina berjanji akan terus menjamin ketersediaan premium untuk masyarakat yang membutuhkannya.
"Nggak dihilangkan, tetap disediakan Pertamina. Kami tidak akan meninggalkan masyarakat yang pakai premium. Tapi kami siap mengantisipasi masyarakat yang bergeser ke gasoline yang lebih bagus," tutupnya. (hns/hns)