Saat ini, Pertamina sudah mengeksplorasi minyak di Aljazair, Irak, dan Malaysia. Beberapa negara di Afrika Barat, Timur Tengah, dan Asia Barat tengah dijajaki.
Di Rusia, ada rencana kerja sama dengan Rosneft untuk mengelola blok migas. Lalu rencana kerja sama pengelolaan blok migas di Iran juga sedang dimatangkan, sebentar lagi penandatanganan Nota Kesepahaman. Targetnya, produksi minyak Pertamina dari luar negeri dapat mencapai 337.000 barel per hari (bph) pada 2030.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Rusia operasi cuma beberapa bulan, ada musim dingin. Strateginya, kita nggak jadi operator di sana, hanya punya Participating Interest (PI). Kalau Algeria kan panas, bisa 55 derajat Celcius, tapi kita sanggup jadi operator di sana. Di offshore, kita belum mau langsung jadi operator di Malaysia," tutur Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam, dalam diskusi di Hotel Mandarin, Jakarta, Rabu (22/6/2016).
Kemudian tantangan non teknis misalnya situasi geopolitik di negara tersebut. Kalau kondisi geopolitik tidak stabil, tentu kegiatan produksi Pertamina bisa terganggu. Maka salah satu pertimbangan Pertamina ketika akan mencaplok blok migas adalah geopolitik di negara yang bersangkutan.
"Kalau kita akuisisi blok di luar, yang kita lihat terutama geopolitik dan rezim fiskal. Kemudian juga apakah hasil minyaknya cocok dengan kilang kita. Juga cadangan yang ada di sana," ungkap Alam.
Infrastruktur yang buruk tentu juga harus dihadapi Pertamina jika mengelola blok di negara-negara berkembang dan tertinggal.
"Jadi mulai dari infrastruktur, geopolitik, rezim fiskal kita pertimbangkan," tukas dia.
Blok-blok yang diincar Pertamina di luar negeri adalah yang cadangannya minimal 50 juta barel, produksinya di atas 35.000 bph. Di Iran misalnya, 2 blok yang dibidik Pertamina punya cadangan sampai 4 miliar barel. (feb/feb)











































