Tenaga Ahli Bidang Migas Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Haposan Napitupulu, mengungkapkan idealnya tingkat pengembalian investasi (Investment Rate Return/IRR) untuk East Natuna adalah 12% per tahun, sehingga modal yang dikeluarkan investor bisa kembali dalam waktu kurang lebih 8 tahun.
Untuk mencapai IRR sebesar 12%, sejak 5 tahun lalu Pertamina telah mengusulkan sejumlah insentif, seperti pengurangan pajak, perpanjangan durasi kontrak, investment credit, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk mencegah gas CO2 menyembur dan mencemari udara saat pengeboran di Natuna, Exxon Mobil telah menyiapkan teknologi dan metode khusus. "Itu sudah dipikirkan oleh Exxon Mobil. Itu akan diinjeksikan lagi, sudah dipetakan, sudah disiapkan wilayah untuk injeksi CO2-nya, itulah sebabnya biayanya mahal. Pemerintah sudah memberikan lokasi untuk injeksi, ada reservoir di atasnya," Haposan mengungkapkan.
Artinya, sebenarnya masalah keekonomian dan teknologi yang selama ini disebut-sebut sebagai penghambat pengembangan Blok East Natuna sudah pernah ditemukan solusinya. Tapi skenario yang diajukan Pertamina itu tidak diterima oleh pemerintah. Pemerintah enggan memberi insentif sebesar itu dan tak mau mengubah aturan-aturan yang ada. Akibatnya, sampai sekarang Blok East Natuna tetap terbengkalai, tidak ada kegiatan sama sekali.
Hambatan utama dalam pengembangan Blok East Natuna sebenarnya bukan masalah keekonomian dan teknologi, tapi komitmen dari pemerintah. Selama ini pemerintah terkesan enggan membuat terobosan, terlalu birokratis dan kaku dalam menerapkan aturan. Kalau saja pemerintah mau berkorban sedikit, kedaulatan bisa ditegakan, keuntungan pun bisa diperoleh dalam jangka panjang.
"Kendala utamanya adalah keinginan pemerintah. Pemerintah punya willing nggak untuk membangun ini? Kalau ada kemauan, diberikan lah semua fasilitas yang penting ini terbangun. Harusnya kan begitu baru bisa dibangun," ucapnya.
"Kalau kata pemerintah aturannya harus begini begitu, fiskalnya nggak bisa begini nggak bisa begitu, pemerintah dapat apa? Nggak dapat apa-apa juga. Kalau kasih tax holiday 10 tahun, memang 10 tahun nggak dapat pendapatan pajak, tapi setelah 10 tahun kan dapat. Yang penting ini bisa dikembangkan," dia menambahkan.
Pihaknya meminta pertimbangan keekonomian dikesampingkan dulu, sekarang yang nomor satu adalah kedaulatan negara. Blok East Natuna harus segera digarap Indonesia supaya tak dicaplok China. Harga minyak yang sedang rendah bukan halangan, pemerintah bisa mengurangi jatahnya dan memperbesar bagian untuk investor dalam kontrak bagi hasil, yang penting Blok East Natuna bisa dikembangkan.
"Apakah mungkin split pemerintah dikurangi, atau yang lain. Kalau split pemerintah dikurangi, mereka bayar ke pemerintah jadi lebih sedikit, biaya operasinya jadi lebih murah. Penerimaan negara memang akan berkurang di hulu kalau split kecil. Tapi nggak apa-apa, selama pembangunan kan banyak orang kerja di sana, ada aktivitas, ada kegiatan. Jadi mereka (China) mikir juga kalau mau mengklaim, ada kegiatan. Seharusnya pemerintah berpikir bukan hanya segi komersialitas, tapi juga kedaulatan negara," tandasnya. (wdl/wdl)