Batas toleransi kandungan CO2 gas yang dijual ke industri adalah di bawah 10%, maka CO2 harus dipisahkan. Tapi Pertamina EP tak membuang CO2 tersebut, sebab CO2 ternyata bisa bernilai ekonomi.
Pertamina EP Asset 3 adalah pionir dalam pemanfaatan gas CO2. Belum ada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas lain di Indonesia yang menjual dan memanfaatkan CO2.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan CO2 Removal Plant di Subang beroperasi sejak Oktober 2003 dan didesain untuk menurunkan kadar CO2 dari 23% menjadi 5%.
Dari sumur-sumur gas di lapangan, gas bumi masuk ke Removal Plant. Gas yang sudah dimurnikan dari CO2 dialirkan melalui pipa ke konsumen-konsumen seperti PT Krakatau Steel dan PT Pupuk Kujang.
Sedangkan CO2 dijual kepada 2 pembeli utama, yaitu PT Samator dan PT Aneka Gas Industri (AGI). Volume CO2 yang dijual ke Samator mencapai 1.172 MMSCFD, lalu yang dijual ke AGI sebanyak 1.820 MMSCFD. Dari penjualan CO2 ini, Pertamina EP memperoleh pendapatan sebesar US$ 2.842 per hari.
"Gas ke stasiun pengumpul, lalu ke Romoval Plant. Di CO2 removal plant kita pisahkan CO2-nya. Buyer kita Samator dan Aneka Gas," kata Field Manager Subang, Armand M Hukom, saat ditemui di Kantor Pertamina EP Asset 3 Field Subang, Senin (18/7/2016).
Dari Samator dan AGI, CO2 akan dijual lagi ke pembeli akhir (end user) seperti pabrik minuman ringan bersoda, bengkel mobil, dan pabrik pengolahan makanan. CO2 tersebut diolah untuk bahan baku soda hingga pengawet makanan.
"Peruntukannya CO2 untuk bengkel mobil, pengawet makanan, minuman ringan. Samator sama Aneka Gas bukan end user. Yang kami tahu, mereka punya konsumen adalah bengkel-bengkel, Coca Cola, pabrik-pabrik minuman soda lainnya. Kalau kita makan di pesawat, itu pengawetnya pakai CO2 juga," dia menuturkan.
Salah satu cadangan gas di Indonesia yang kandungan CO2-nya tinggi adalah Blok East Natuna. Kandungan CO2 di East Natuna mencapai 72%. Bisakah CO2 di East Natuna dimanfaatkan untuk minuman ringan hingga pengawet makanan?
Menurut Armand, hal itu bisa saja asalkan cukup ekonomis untuk dibangun CO2 Removal Plant di sana. "Kalau teorinya bisa saja, tapi harus dihitung keekonomiannya. Sudah proven bahwa processing gas offshore banyak kita lakukan," cetusnya.
Permintaan CO2 di Indonesia pun terus meningkat seiring tumbuhnya industri-industri yang membutuhkannya. "Penjualan kita sejak 2012 terus meningkat. Beberapa pembeli baru sudah menunjukkan minat mereka, tetapi kita belum bisa memenuhi," pungkasnya. (ang/ang)











































