Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya menaruh perhatian lebih pada revisi aturan tersebut. Pihaknya berharap, regulasi baru memungkinkan cadangan minyak bisa dipakai sebagai aset yang bisa dipakai untuk pinjaman.
"Concern nomor satunya pada UU Migas bagaimana bisa leverage cadangan energi negara bisa jadi aset, kemudian bisa menggunakannya jadi pendanaan buat investasi. Harapannya perusahaan migas bisa investasi yang lebih besar, jadi upaya-upaya kita di luar negeri juga bisa lebih cepat," ujar Dwi kepada detikFinance ditemui di kantornya, Gambir, Jakarta, pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Dirut Semen Indonesia ini berujar, selama ini minimnya kegiatan investasi di hulu migas karena investasinya begitu besar. Dengan modal terbatas, Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) kurang gesit melakukan ekspansi mencari sumur-sumur baru, termasuk ke luar negeri.
"Perhatian Pertamina itu pertama, kalau lihat sepanjang UU Migas 2001, lihat tren produksi terus turun, alasannya karena kemampuan investasi eksplorasi dan sebagainya jadi sangat terbatas," jelas Dwi.
Dengan UU yang berlaku saat ini, K3S Migas hanya berperan sebagai operator pemegang kontrak eksplorasi dan eksploitasi. Sementara blok migas sebagai aset dikuasakan kepada SKK Migas sebagai wakil pemerintah.
"Cadangan minyak negara nggak bisa jadi aset yang bisa di-leverage jadi sumber pendanaan, karena sekarang ada di SKK Migas, dan itu bukan perseroan sehingga cadangan negara tadi tak jadi aset buat dipakai pinjam uang untuk investasi," ujar Dwi. (drk/drk)











































