Tingginya harga energi primer tentu membuat biaya produksi listrik mahal, ujung-ujungnya masyarakat yang harus menanggungnya, proyek 35.000 MW juga terhambat kalau PLN tak bisa efisien. Maka perlu dibuat kebijakan-kebijakan yang dapat mengefisienkan harga energi primer.
Salah satu kebijakan yang disoroti dalam rapat itu adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang (Permen ESDM 09/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut PLN, ketentuan itu membuat harga batu bara untuk PLTU mulut tambang jadi tidak efisien. PLN bisa memperoleh batu bara dengan harga lebih murah melalui kesepakatan business to business (B to B) tanpa campur tangan pemerintah.
"Intinya pemerintah tidak usah masuk terlalu jauh ke hitung-hitungan operasional, serahkan saja ke pasar," kata Direktur Pengadaan PLN, Supangkat Iwan Santoso, kepada detikFinance, Senin (8/8/2016).
Iwan menuturkan, Arcandra sependapat dengan PLN bahwa biaya produksi listrik harus semurah mungkin untuk mendorong perekonomian nasional, meningkatkan daya saing industri di dalam negeri, dan tidak memberatkan masyarakat.
Karena itu, aturan-aturan yang membuat harga energi primer menjadi mahal akan ditinjau ulang. Permen ESDM 09/2016 akan direvisi, pemerintah tak akan ikut campur soal harga energi primer.
"Jadi hal-hal yang menghambat harus diselesaikan. Arahnya (harga energi primer) disepakati B to B," dia menuturkan.
Dalam rapat akhir pekan lalu itu, kata Iwan, Arcandra berjanji akan segera merombak aturan-aturan supaya proyek 35.000 MW bisa dikebut.
"Kemungkinan akan ada yang direvisi. Akan dilihat dalam seminggu ini," pungkasnya. (ang/ang)











































