Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, keberadaan kepemilikan publik, khususnya asing, tak mengganggu kepentingan nasional di dalam holding tersebut nantinya, sehingga tak perlu langkah korporasi seperti buyback saham.
"Anak perusahaan Pertamina pun banyak yang kepemilikannya dimiliki asing. Tak perlu buyback, semua berjalan normal. Yang penting manfaatnya buat kepentingan nasional, lihat manfaatnya, bukan kepemilikan asingnya," jelas dia di acara Diskusi Energi Kita, di Kebon Sirih, Jakarta, Minggu (14/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contohnya BRI, 47% saham publik, sebagian besarnya asing, tapi nggak ngaruh ke manfaat. Yang nikmati kredit KUR siapa? Petani di daerah-daerah, kota-kota kecil, apa itu yang nikmati asing. Jasa Marga ada punya asing banyak, apa yang nikmati orang asing?" ucap Edwin.
Menurutnya, penggabungan PGN dengan masuk ke holding Pertamina, akan membuat pembangunan infrastruktur dan gas bisa lebih cepat. Karena tak ada lagi persaingan antara PGN dengan Pertagas, anak usaha Pertamina.
"Pertamina kan fokus di minyak, spending out investasi sangat besar. Maka konsentrasi ke infrastruktur gas bisa lebih cepat. Apalagi gas PGN juga 30-40% juga asalnya dari Pertamina," ujar Edwin yang juga Wakil Komisaris Utama di Pertamina ini. (drk/drk)











































