Mana yang Cocok Jadi Menteri ESDM, Profesional atau Parpol?

Mana yang Cocok Jadi Menteri ESDM, Profesional atau Parpol?

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Sabtu, 20 Agu 2016 15:35 WIB
Mana yang Cocok Jadi Menteri ESDM, Profesional atau Parpol?
Foto: Michael Agustinus
Jakarta - Calon Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari kalangan profesional maupun partai politik mulai marak diusulkan. Namun, keputusan memilih orang yang tepat untuk duduk di kursi Menteri ESDM ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Lantas, apakah calon dari kalangan profesional atau partai politik (Parpol) yang cocok untuk mengisi posisi Menteri ESDM?

Presiden Jokowi diharapkan tidak memilih Menteri ESDM dari kalangan partai politik karena sektor ESDM berpotensi menjadi 'lahan basah' yang diperebutkan berbagai kepentingan. Hal ini disampaikan oleh pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada sekaligus mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi, dalam acara diskusi yang digelar di Warung Daun, Jalan Raya Cikini, Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Khusus untuk sektor energi, APBN-nya relatif kecil. Tetapi, Menteri ESDM itu kan memutuskan migas, minerba, dalam jumlah triliunan rupiah. Nah kalau orang partai, dikhawatirkan ini akan menjadi sasaran korupsi. Sudah banyak contoh, misalnya Jero Wacik. Atau juga oleh ketua partai yang lainnya," kata Fahmy, Sabtu (20/8/2016).

Ada banyak proyek strategis di bidang migas yang saat ini menjadi isu hangat. Ia mencontohkan keputusan perpanjangan izin ekspor konsentrat Freeport yang baru saja dilakukan dan kemungkinan perpanjangan blok-blok migas lainnya yang memiliki nilai fantastis.

Fahmi berharap Presiden Jokowi dapat berkaca dari kasus yang tertimpa oleh Menteri ESDM sebelumnya, Jero Wacik.

"Misalnya sekarang keputusan untuk ekspor konsentrat Freeport, itu kan jumlahnya besar sekali. Kemudian tergoda untuk memperoleh uang, maka dia bisa saja minta fee dari hasil keputusan tadi. Itu baru konsentrat. Belum misalnya nanti perpanjangan migas yang nilainya triliunan. Kalau orang partai yang memutuskan, karena ada kepentingan yang lain, barangkali juga akan tergoda untuk memanfaatkan kewenangan tadi. Jadi ini harus benar-benar dihindari," tandasnya.

"Misalnya sebagai perbandingan, saat masa Jero Wacik, hampir memutuskan blok Mahakam diperpanjang oleh Total. Sudah ada lampu hijau. Tapi kemudian, setelah diganti Sudirman Said, dia dengan tegas bahwa blok Mahakam diserahkan kembali ke Pertamina pada 2017. Nah ini kan kepentingan strategis. Kalau menterinya tidak punya kebebasan, masih terikat oleh kepentingan, yang dirugikan ya rakyat," tambahnya.

Pandangan berbeda disampaikan anggota Komisi VII (bidang energi) DPR RI Kurtubi. Menurutnya, calon Menteri ESDM tidak perlu dibatasi dengan membagi dua kelompok yang saling bertentangan antara profesional dan partai politik. Menurutnya, yang paling penting adalah seorang Menteri ESDM harus memiliki keahlian, mengerti masalah, dan berjiwa nasionalis.

"Tidak perlu ditarik garis batas dikotomi antara menteri dari parpol, politisi atau profesional," ujarnya. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads