Namun, dalam paparannya, Sri Mulyani mengatakan ada dua sektor perlu mendapatkan perhatian, yaitu pertambangan dan perkebunan yang mengalami kontraksi yang cukup signifikan.
Lantas, bagaimana kondisi pertambangan saat ini? Syahrir AB, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association, mengatakan kondisi pertambangan saat ini mulai pulih ditandai dengan kenaikan harga beberapa komoditas tambang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, secara umum kondisi ekonomi Indonesia saat ini cukup baik. Ini ditandai dengan ekonomi yang terus tumbuh. Adapun sektor pertambangan berkontribusi sekitar 10% terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Jadi, benar apa yang dikatakan Bu Sri Mulyani," ujar Syahrir.
Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala mengatakan, meskipun sebesar 5%, namun ekonomi Indonesia tetap tumbuh. Faktor pendorongnya antara lain frastruktur, sektor konstruksi dan rumah tangga.
"Betul, di dalam negeri nggak krisis. Konsumsi rumah tangga, pembangunan infrastruktur yang mendorong. Ukuran tumbuh 4%-5% itu termasuk baik," kata Supriatna.
Namun, apabila memakai target Presiden Joko Widodo (Jokowi) Indonesia harus tumbuh 7%, maka harus ditopang dengan peningkatan ekspor. Misalnya, ekspor dari pertambangan dan manufaktur.
"Pak Jokowi maunya pertumbuhan ekonomi 7%. Artinya kita harus meningkatkan ekspor, dari pertambangan, manufaktur, dan lain-lain," tutur Supriatna.
Dia menambahkan, saat ini harga komoditas tambang mulai pulih. Salah satunya harga batu bara 6.000 kalori ke atas yang dalam kurun 1,5 bulan terakhir naik dari US$ 53/metrik ton menjadi US$ 58 /metrik ton.
Tapi, Supriatna mengatakan, kenaikan harga tersebut belum bisa dipastikan akan berlangsung terus karena baru saja pemulihan setelah selama 3 tahun harganya rendah.
"Pertanyaannya tren naik ini berlanjut atau tidak. Nyamannya kalau sudah lewat US$ 65 sampai US$ 70 per metrik ton," pungkas Supriatna. (hns/hns)











































