Sebab, mereka memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk menggarap sektor migas. Selain itu, sektor migas adalah bisnis yang penuh risiko, sehingga harus saling bekerja sama agar risiko bisa dibagi.
"Umumnya perusahaan bekerja sama satu sama lain sehingga risiko dapat dibagi. Artinya, kita masih memerlukan perusahaan asing di mana mereka punya teknologi, kompetensi dan punya dana. Bagaimana mensinergikan perusahaan ini dengan nasional. Apakah kita mampu untuk merebut teknologi, meningkatkan kompetensi profesional kita, apa strateginya," tutur Arcandra dalam diskusi bertajuk Membangun Kedaulatan Energi, di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PP ini direvisi agar industri hulu migas nasional semakin menarik bagi kalangan investor. Bagaimana pandangan Arcandra terkait revisi PP tersebut? Menurutnya pemerintah perlu menyiapkan tenaga profesional yang bisa menaksir berapa cost recovery yang tepat.
"Pertanyaannya berapa besar cost recovery dan itulah yang kita butuhkan, profesional-profesional yang bisa identifikasi dan berjuang berapa besaran cost recovery yang benar? yang kita perlukan petarung-petarung, kita memerlukan profesional- baik dari Indonesia maupun dari luar untuk bantu identifikasi besaran cost recovery," kata Arcandra.
Namun, Arcandra enggan menjelaskan berapa besaran cost recovery yang cocok. Sebab, dia tidak berwenang menjawab.
"Selebihnya yang bisa menjawab kayanya Pak Plt (Plt Menteri ESDM, Luhut Panjaitan)," tutur Arcandra. (hns/hns)