Harga Gas di Hulu US$ 4/MMBtu, Sampai di Industri Naik Jadi US$ 8-14/MMBtu

Harga Gas di Hulu US$ 4/MMBtu, Sampai di Industri Naik Jadi US$ 8-14/MMBtu

Yulida Medistiara - detikFinance
Selasa, 13 Sep 2016 18:37 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Harga gas di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain, contohnya di Asia Tenggara. Situasi ini mendorong para pelaku industri meminta harga gas segera dipangkas.

Permintaan ini beralasan karena harga gas di hulu saja di bawah US$ 5/MMBtu.

"Dari sumurnya US$ 4/MMBtu, di hilirnya bisa dua kali lipat, US$ 8-14/MMBtu," ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono saat ditemui di Kemenperin, Selasa (13/9/2016).
(13/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harga gas yang tinggi ini terjadi lantaran rantai distribusi yang terlalu panjang dengan melibatkan para calo gas alias trader bermodal kertas. Namun, Achmad enggan berkomentar soal calo gas tersebut karena buka kewenangannya.

"Itu tupoksi BPH Migas dan SKK Migas. Tanya di sana, bisa dua kali lipat dari sumurnya US$ 4, di hilirnya bisa dua kali lipat US$ 8-14 dolar," ujar Sigit.

"Harga kan ada di ESDM kita minta benchmarking agar kita punya playing field yang sama seperti di Malaysia agar bisa bersaing di pasar internasional," lanjut Sigit

Salah satu industri yang terbelit harga gas adalah pupuk. Saat ini industri pupuk harus menanggung harga gas antara US$ 6-7/MMBtu. Sedangkan, di negara lain, harga gas untuk industri pupuk hanya US$ 1-3/MMBtu.

Padahal, di industri pupuk harga gas berkontribusi sekitar 70% terhadap biaya produksi. Oleh sebab itu, harga gas harus diturunkan sehingga industri pupuk berdaya saing dengan negara lain.

"Upaya dari Kemenperin kita mengajukan saja kan ada benchmark. Ya harus kebijakan lain yang bisa meningkatkan daya saing industri apakah perpajakan atau yang lainnya saya nggak tahu," ujar Sigit. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads