Permintaan ini beralasan karena harga gas di hulu saja di bawah US$ 5/MMBtu.
"Dari sumurnya US$ 4/MMBtu, di hilirnya bisa dua kali lipat, US$ 8-14/MMBtu," ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono saat ditemui di Kemenperin, Selasa (13/9/2016).
(13/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu tupoksi BPH Migas dan SKK Migas. Tanya di sana, bisa dua kali lipat dari sumurnya US$ 4, di hilirnya bisa dua kali lipat US$ 8-14 dolar," ujar Sigit.
"Harga kan ada di ESDM kita minta benchmarking agar kita punya playing field yang sama seperti di Malaysia agar bisa bersaing di pasar internasional," lanjut Sigit
Salah satu industri yang terbelit harga gas adalah pupuk. Saat ini industri pupuk harus menanggung harga gas antara US$ 6-7/MMBtu. Sedangkan, di negara lain, harga gas untuk industri pupuk hanya US$ 1-3/MMBtu.
Padahal, di industri pupuk harga gas berkontribusi sekitar 70% terhadap biaya produksi. Oleh sebab itu, harga gas harus diturunkan sehingga industri pupuk berdaya saing dengan negara lain.
"Upaya dari Kemenperin kita mengajukan saja kan ada benchmark. Ya harus kebijakan lain yang bisa meningkatkan daya saing industri apakah perpajakan atau yang lainnya saya nggak tahu," ujar Sigit. (hns/hns)











































