Sebagai salah satu upayanya, pada Selasa (27/9/2016) lalu Pertamina baru saja menandatangani Nota Kesepahaman dengan Sonatrach, perusahaan minyak nasional Aljazair, untuk menambah aset di negara tersebut.
Tapi bukan hanya Aljazair saja yang dibidik. Pertamina juga mengincar cadangan di negara-negara kaya minyak lainnya, seperti Irak, Iran, dan Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam, menjelaskan bahwa yang paling penting bagi adalah negara pemilik ladang minyak mengizinkan. Pertamina membawa minyak mentahnya ke Indonesia. Tujuan utama Pertamina mencari cadangan hingga ke luar negeri bukan mencari uang, tapi mengamankan pasokan minyak ke Indonesia.
Hal ini sangat dimungkinkan kalau negara yang bersangkutan menganut sistem kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC). Di Aljazair misalnya, Pertamina bisa membawa pulang minyak bagiannya ke Indonesia.
"Prinsipnya kita ingin membawa minyak mentah ke Indonesia. Jadi negara-negara yang kontraknya memungkinkan kita membawa pulang ke dalam negeri, itu menjadi prioritas," ujar Alam saat ditemui di Alger, Rabu (28/9/2016).
Tak semua negara kaya minyak menganut sistem PSC, ada juga menggunakan sistem kontrak jasa. Dengan sistem kontrak jasa, kontraktor dibayar dengan uang sebagai imbalan jasa eksplorasi dan produksi, bukan bagi hasil produksi migas.
"Irak itu sistem kontraknya bukan PSC. Jadi kita dapatnya biaya jasa, kita produksi per barel dibayar sekian dolar. Tapi kita bisa tukar menjadi minyak juga," Alam menambahkan.
Selain itu, Pertamina mengutamakan ekspansi ke negara-negara yang memiliki hubungan akrab dengan Indonesia. Dukungan pemerintah setempat sangat penting bagi kelancaran kegiatan Pertamina.
Inilah salah satu nilai plus Aljazair. Negara ini memiliki ikatan historis dengan Indonesia sehingga menyambut antusias bila ada perusahaan Indonesia yang mau berinvestasi. Presiden pertama Indonesia, Soekarno, dikenang di Aljazair sebagai tokoh dunia yang membela Aljazair lepas dari penjajahan Perancis di era 1960-an dulu.
"Kita harus cari negara-negara yang secara geopolitik memberi kemudahan kita dalam operasional. Kalau pemerintahnya nggak support, nggak peduli kalau kita ada masalah kan repot. Kenapa Aljazair jadi target? Karena pemerintahan mereka luar biasa support-nya ke Indonesia," tutur Alam.
Pertimbangan berikutnya adalah kecocokan spesifikasi minyak di negara tersebut dengan kilang-kilang Pertamina. Minyak dari negara-negara seperti Rusia, Iran, dan Aljazair bisa diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM) di kilang Pertamina.
Sementara minyak dari Irak, yaitu Basrah Crude, untuk sementara belum dapat diolah di dalam negeri. Pertamina harus mengolahnya di kilang milik Shell di Singapura. Kalau proyek-proyek modifikasi dan pembangunan kilang baru sudah selesai, barulah Basrah Crude bisa diolah di Indonesia.
"Minyaknya compatible nggak dengan kilang kita? Kilang kita ini kan kompleksitasnya belum tinggi. Tapi mungkin 2025 hampir semua minyak bisa masuk," pungkasnya. (hns/hns)