Penurunan harga minyak dunia ini sangat berdampak pada harga gas. Mau tak mau harga gas ikutan terjun. Tapi mengapa harga gas untuk industri di Indonesia tak ikut turun?
Rata-rata harga gas industri di dalam negeri mencapai US$ 8-10/MMBtu. Meski sekarang harga minyak sudah turun 50% sejak 2014, rata-ratanya kurang lebih tetap sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan formulasi seperti itu, industri di dalam negeri diuntungkan ketika harga minyak dunia melambung tinggi. Tapi sebaliknya ketika harga minyak dunia merosot, industri di dalam negeri menderita karena gas jadi terasa mahal.
"Harga gas domestik saat ini sebagian besar menggunakan harga fix dengan eskalasi tahunan. Itu ditetapkan sebagai insentif harga gas domestik saat harga minyak di atas US$ 60/barel. Dengan rendahnya harga minyak saat ini menjadi disinsentif," ujar Agus dalam diskusi di Menara Batavia, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Diakui Agus, formulasi seperti ini menjadi bumerang dalam kondisi seperti sekarang. Maka pemerintah berencana mengganti formulasi harga gas domestik.
Dalam formulasi baru yang disusun pemerintah, dimasukan variabel harga minyak dunia agar industri dapat menikmati penurunan harga ketika harga sedang jatuh. Tapi tetap ada variabel harga tetap agar industri terlindung saat terjadi lonjakan harga minyak dunia.
"Kira reformulasi harga gas hulu dari fix+excalation menjadi hybrid, yaitu fix+linked oil price, sehingga tercipta manajemen risiko yang seimbang antara pemerintah dan kontraktor untuk merespon fluktuasi harga minyak," pungkasnya. (ang/ang)











































