Tingginya biaya distribusi ini tergambar dari harga gas untuk industri Jawa Barat yang mencapai sekitar US$ 9/MMBtu. Di hulu, gas yang berasal dari Lapangan Grissik, Randegan, Pagar Dewa, Jatirangon, dan Suryaragi harganya antara US$ 5,33/MMBtu hingga US$ 7,5/MMBtu.
Lalu gas dialirkan lewat pipa transmisi South Sumatra West Java (SSWJ) ke Jawa Barat. Ada tol fee, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%, dan margin untuk badan usaha pemilik pipa. Harganya jadi sekitar US$ 7/MMBtu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar badan usaha tidak mengambil margin terlalu besar dari distribusi gas, Kementerian ESDM akan membuat regulasi baru. Aturan baru ini adalah revisi atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa.
Di pasal 21 ayat 4 Permen ESDM 19/2009 sebenarnya telah disebutkan bahwa margin keuntungan badan usaha niaga gas bumi melalui pipa harus 'wajar'. Tapi tidak dijelaskan batasan margin yang wajar tersebut. Di dalam peraturan baru, Kementerian ESDM akan menjelaskan batasan margin yang wajar.
"Semuanya margin-nya harus wajar. Permen 19 akan direvisi. Sebenarnya sudah ada di pasal 21 Permen 19, kita tegaskan saja di situ ada nilai kewajarannya berapa," kata Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, dalam diskusi di Menara Batavia, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Agus menjelaskan, biaya kegiatan downstream (hilir) gas akan dihitung berdasarkan batasan maksimal Internal Rate Return (IRR) alias tingkat pengembalian modal infrastruktur dan margin yang wajar.
Formulasi tarif penyaluran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tarif Penyaluran = Capital Expenditure (Capex) + Operational Expenditure (Opex) + Pajak dan Iuran + IRR infrastruktur
"Rencana pengaturan dituangkan dalam revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009," tutupnya. (ang/ang)











































