Caranya dengan menyediakan lembaga-lembaga penyalur seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau Agen Penyalur Minyak dan Solar (APMS) di daerah-daerah tersebut.
Setidaknya ada sekitar 8 daerah di Papua yang harga BBM-nya jauh dari harga normal akibat tidak tersedianya lembaga penyalur tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daerah-daerah ini kerap sulit diakses baik via laut, sungai, darat maupun udara untuk tujuan pengiriman BBM.
"Masih ada 8 wilayah yang tidak tembus (tidak ada APMS atau SPBU). Konsekuensinya pasti akhirnya harga dari SPBU, dibawa tambah angkut, makanya ada daerah yang Rp 20.000/liter, ada yang sampai Rp 60.000/liter, bahkan ada yang sampai Rp 100.000/liter," ujar Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang saat ditemui di sela persiapan acara peresmian BBM satu harga di Jayapura, Papua, Senin (17/10/2016).
Pertamina sendiri berinisiatif membuka beberapa Agen Premium Minyak dan Solar (APMS) yang akan membuat harga BBM sama dengan SPBU. Sekarang semua disamakan, artinya Pertamina menanggung ongkos angkut hingga lokasi APMS di manapun berada.
"Jadi, Pertamina sudah mensubsidi melalui efisiensi, ongkos angkut ke APMS. Bukan hanya ke Papua tapi juga di seluruh Indonesia. APMS itu harganya sama dengan SPBU untuk tahap pertama ini," katanya.
Bambang mengatakan, setidaknya Pertamina menyiapkan anggaran sekitar Rp 900 miliar untuk menyediakan Premium dan Solar. Ia berujar, kebutuhan BBM di Papua sendiri tidak begitu besar, hanya sekitar 5% dari kebutuhan nasional.
Namun dengan kondisi geografis di Papua, membuat Pertamina selama ini sulit menjangkau wilayah-wilayah ini. Bambang mengatakan, Pertamina telah menginvestasikan sejumlah transportasi pendukung agar wilayah-wilayah di Papua ini bisa terjangkau oleh ketersediaan BBM dengan harga yang normal pula.
"Kalau bisa darat, kita pakai darat seperti di Arfak. Tapi daratnya truk nggak mungkin. Jadi akhirnya kita pakai mobil 4x4 (off road). Terus ada beberapa daerah juga yang bisa disuplai lewat laut, terus dipindahkan ke sungai. Ada di Iluga, Membrano Tengah. Yang lainnya harus lewat pesawat," tutur Bambang.
Pertamina kini menggunakan konsep subsidi silang, di mana keuntungan di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia digunakan untuk mensubsidi ongkos angkut BBM di wilayah terdepan, terluar dan terpencil di Indonesia.
"Di mana-mana kan perusahaan berpikir mau untung, habis untung bisa reinvestasi untuk sustainability. Kami akan ubah polanya bukan hanya sustain tapi juga socially. Jadi berkembang, berkelanjutan dan bermanfaat," paparnya.
Dengan konsep ini, diharapkan terjadi penurunan harga BBM di sejumlah wilayah tadi, dan bisa berdampak terhadap biaya produksi, transportasi, dan logistik menjadi kecil.
"Makanya saya minta dengan konsep ini, BBM murah, biaya lain dan logistik bisa murah. Di Terayan, semen itu dulu Rp 500.000 per sak. Sekarang Rp 160-180 ribu. Kita harapkan di sini juga begitu," tukas Bambang. (ang/ang)