Jonan yang didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mendengarkan penjelasan terkait isu-isu di sektor migas sejak pukul 13.00 WIB hingga sekitar 16.00 WIB. Isu-isu yang dipaparkan di antaranya adalah persoalan mahalnya harga gas dan cost recovery.
Cost recovery adalah biaya operasi yang dihabiskan oleh perusahaan-perusahaan yang menjadi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk memproduksi migas, biaya ini harus diganti oleh negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal cost recovery, dia menambahkan, pihaknya sedang berupaya menghemat. Sebab, tingginya cost recovery mengurangi pendapatan negara dari migas, juga membuat pengeluaran di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) makin tinggi.
"Soal cost recovery, bagaimana strategi menguranginya," cetusnya.
Menurut Arcandra, banyak pos-pos pengeluaran untuk operasi di hulu migas yang dapat dipangkas supaya cost recovery lebih rendah. "Oh, banyak. Misalnya dari biaya opex, biaya capex," tukasnya.
Tetapi belum diketahui kira-kira berapa besar penghematan yang dapat diperoleh dari pemangkasan cost recovery. "Belum sampai ke situ, belum," tutupnya.
Sebelumnya, pada 22 September 2016 saat Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memerintahkan kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) untuk mengurangi cost recovery hingga US$ 1,2 miliar. Saat itu Luhut masih menjadi Plt Menteri ESDM.
Dalam APBNP 2016, cost recovery tahun ini dianggarkan sebesar US$ 11,6 miliar. Luhut meminta SKK Migas memangkasnya menjadi US$ 10,4 miliar karena banyak biaya yang bisa diefisienkan.
Harus diperoleh penghematan sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 15,6 triliun. Kemudian untuk 2017, Luhut menegaskan bahwa cost recovery juga tidak boleh melebihi angka US$ 10,4 miliar. (hns/hns)











































