PLTU Nasional adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas di bawah 100 MW yang seluruh komponennya dibuat di dalam negeri alias '100% Made in Indonesia'.
Pembuatan PLTU Nasional akan melibatkan 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sekitar 190 perusahaan swasta nasional. Sampai 2025, direncanakan akan dibangun 201 PLTU Nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PLTU Nasional, sambungnya, adalah ide Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi ingin Indonesia tidak bergantung pada komponen-komponen impor untuk kelistrikan.
"Idenya dari Pak Presiden, ini kan implementasi dari Nawa Cita, bagaimana kita mewujudkan kemandirian di bidang energi," ucapnya.
Jokowi tidak ingin Indonesia hanya bisa membangun pembangkit listrik, tapi juga harus bisa membuat sendiri komponen-komponen pembangkit listrik.
"Listrik itu kan tulang punggung ekonomi. Kita tidak hanya membangun pembangkit, kita punya banyak orang pintar kok," kata Made.
BUMN yang dilibatkan untuk membangun pembangkit merah putih ini di antaranya adalah Barata Indonesia, Pindad, LEN, Krakatau Steel, Waskita Karya, dan Hutama Karya. Barata misalnya, akan membuat boiler untuk PLTU, lalu Krakatau Steel untuk komponen baja, Waskita untuk konstruksi, dan sebagainya.
"Ada ratusan perusahaan termasuk BUMN kita libatkan, seperti Pindad, PT PAL, Barata, LEN, Krakatau Steel, Waskita Karya, Hutama Karya," Made menuturkan.
Salah satu PLTU Nasional yang sudah dibangun adalah PLTU Jeranjang 25 MW di Lombok.
"Misalnya PLTU Jeranjang, itu komponen-komponennya dibuat Barata," tukasnya.
Dengan adanya 'pembangkit merah putih 100% Made in Indonesia' ini, devisa negara bisa dihemat. PLN juga bisa lebih efisien karena komponen lokal tidak memerlukan hedging (lindung nilai tukar kurs).
"Kita bisa menghemat devisa, nggak usah utang pakai dolar dari luar. Kita investasi pakai rupiah, hasilnya dibayar pakai rupiah, menghindari biaya-biaya nilai lindung yang sampai 6%," tutupnya. (drk/drk)











































