"Sedang berkembang isu Chevron akan melepas WK Salak dan WK Darajat. Mendengar ada rencana Chevron melepas asetnya kepada pihak lain, kami memandang perlu bahwa PLN adalah bagian terpenting yang paling relevan untuk memiliki aset tersebut," kata Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, saat media briefing di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Made menjelaskan, PLN ditugaskan oleh pemerintah untuk mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT) hingga 23% dalam bauran energi nasional pada 2025. Akuisisi aset panas bumi Chevron merupakan salah satu langkah PLN untuk mencapai target itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, PLN ingin menekan biaya pokok produksi (BPP) listrik. Harga listrik dari panas bumi bisa lebih murah kalau PLN juga menguasai produksi panas bumi.
"Kami ada amanah dari pemerintah untuk menciptakan BPP lebih rendah. Kami sudah punya kontrak PPA dengan Chevron sebenarnya. Kami memerlukan itu, kami ingin menciptakan BPP rendah, kami punya RUPTL EBT 23%, kami sudah punya kontrak," paparnya.
Made mengklaim, pihaknya sudah mempersiapkan diri secara matang untuk mengakuisisi aset-aset Chevron Geothermal Energy, keuangan PLN tidak akan terganggu.
"Sering saya sampaikan, untuk membeli aset Chevron tentu sudah kami siapkan secara matang dengan revaluasi aset-aset PLN, tujuannya supaya keuangan PLN jauh lebih baik dari sebelumnya. PLN sebagai 1 BUMN energi akan sangat atraktif," ucapnya.
Pertimbangan lainnya, uap panas bumi adalah sumber energi yang memiliki banyak kelebihan. Tenaganya stabil, energi bersih, dan berkelanjutan untuk jangka panjang. "Panas bumi ini memiliki tingkat ketenangan sangat tinggi, ada stabilitas yang tinggi. Ini energi yang bersih, tidak ada polusinya, jangka waktu produksi panjang," tukasnya.
Dari sisi kapabilitas, PLN juga sudah berpengalaman mengelola WK dan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sejak 1982. "Ada bagian dari produksi PLN menggunakan tenaga uap panas bumi. Kami sudah punya sejak 1982. Dari sisi pengalaman, kami sudah cukup mumpuni," tegas Made.
Dia menambahkan, PLN adalah satu-satunya pembeli (off taker) uap panas bumi di Indonesia. PLN tidak berkewajiban memperpanjang kontrak jual-beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) panas bumi dengan Chevron yang berlaku sampai 2040. Juga tidak ada kewajiban menaikkan harga uap panas bumi.
Perusahaan lain yang juga berminat mencaplok aset panas bumi Chevron harus mempertimbangkan hal ini. "Satu-satunya perusahaan yang bisa menyerap produksi uap panas bumi hanya PLN. Sampai 2040 kami tidak ada kewajiban memperpanjang kontrak dan menaikkan harga," tutupnya. (wdl/wdl)











































