Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan harga gas adalah mengurangi iuaran Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Ada usul iuran BPH Migas mencapai 3% dari biaya transportasi gas melalui pipa transmisi (tol fee). Usulannya yaitu turun menjadi hanya 1% saja.
"Ada dorongan kuat bisa mengurangi transporter fee BPH Migas yang masih 3%. Apakah ini masih ada potensi turun, kalau bisa 1%," kata VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, dalam diskusi di Penang Bistro, Jakarta, Selasa (25/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan depresiasi yang diperpanjang ini, tol fee bisa diturunkan. "Transmisi bisa ditambah umur proyeknya, bisa dipanjangkan untuk depresiasi," ujar Wianda.
Harga gas juga bisa turun bila kapasitas pipa gas dimaksimalkan. Misalnya di pipa ruas Arun-Belawan, kapasitas pipa sebesar 400 MMSCFD baru terpakai sekitar 25 persennya saja. Akibatnya harga gas jadi mahal.
"Harus ada peningkatan volume gas. Kita di Arun pemakaiannya tidak maksimal. Penyerapannya nggak sampai 180 MMSCFD seperti rencana awal. Ini berpengaruh terhadap harga gas akhir. Kalau dapat volume bisa lebih murah. Harus ada peningkatan demand gas," ungkapnya.
Selain itu, margin di pipa distribusi gas harus dibatasi oleh pemerintah. Selama ini, perusahaan-perusahaan yang berbisnis distribusi gas bebas menentukan tarif sendiri, tak jarang mencekik industri pengguna gas.
"Margin para penjual gas harus diregulasi. Selama ini belum semua transparan. Harus mulai diatur oleh pemerintah. Buka-bukaan saja margin yang diperoleh," tegas Wianda.
Pertamina sendiri, katanya, telah memulai upaya penurunan harga gas di Sumatera Utara (Sumut) atas inisiatif sendiri. Biaya regasifikasi telah dipangkas US$ 0,2/MMBTU, dan tol fee dikurangi US$ 0,9/MSCF. Berkat pengurangan ini, harga gas di Sumut turun dari US$ US$ 13,8/MMBtu menjadi US$ 12,6/MMBtu.
"Kalau kita sendiri di Sumut sudah mengurangi US$ 0,2/MMBtu di regasifikasi dan US$ 0,9/MSCF di tol fee," pungkasnya. (ang/ang)











































